NININMENULIS.COM – Semua anak berhak mendapatkan kasih sayang dan juga kesempatan memperoleh pendidikan yang sama. Hak untuk memperoleh pendidikan ini merupakan hak asasi manusia yang oleh pemerintah dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun dalam prakteknya, anak penyandang disabilitas dan kusta sangat rentan untuk memperoleh perlakuan diskriminatif dalam memperoleh hak-haknya, khususnya hak atas pendidikan.
Sama halnya dengan penyandang disabilitas dewasa baik yang disebabkan oleh kusta atau ragam disabilitas lainnya, demikian pula dengan anak dengan disabilitas dan kusta masih tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Terlebih pada anak, salah satu hambatan terbesarnya yaitu banyaknya anak penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan dan perlakuan yang salah, baik dalam hal pendidikan hingga lingkungan sosialnya.
Lalu, bagaimana upaya pemenuhan hak dan pendidikan yang inklusi pada anak dengan disabilitas dan kusta dapat segera terwujud? Apa saja upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam pemenuhan hak pendidikan bagi anak dengan disabilitas dan kusta sejauh ini?
Untuk membahas hal tersebut pada Jumat (21/10) lalu, Ruang Publik KBR yang bekerjasama dengan NLR Indonesia mengadakan talkshow dengan mengangkat tema ‘Pendidikan Bagi Anak Disabilitas dan Kusta’. Dalam talkshow interaktif yang berlangsung selama satu jam itu menghadirkan tiga narasumber lintas generasi, Anselmus Gabies Kartono (Yayasan Kita Juga (Sankita)), Fransiskus Borgias Patut (Kepala sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur), dan Ignas Carly (Siswa kelas 5, SDN Rangga Watu Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur).
Talkshow ‘Pendidikan Bagi Anak Disabilitas dan Kusta’ ini aku tonton melalui live YouTube Berita KBR. Talkshow ini juga dapat didengarkan di 105 radio jaringan KBR seluruh Indonesia, 104.2 MSTri FM Jakarta, dan live streaming via website kbr.id. Talkshow yang dipandu oleh Rizal Wijaya ini berlangsung interaktif, di mana kita dapat bertanya langsung melalui kolom chat di YouTube Berita KBR atau melalui telepon bebas pulsa di 0800 245 7893 dan di WhatsApp 0812 118 8181. Talkshow ini juga dapat disaksikan oleh para OYPMK dan penyandang disabilitas.
Contents
Tantangan Pemenuhan Hak Pendidikan yang Inklusi

Saat ini Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit kusta. Data WHO tahun 2020 menunjukkan Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor tiga terbesar di dunia dengan jumlah kasus berkisar 8 persen dari seluruh kasus di dunia.
Hingga saat ini, diketahui masih banyak kantong-kantong kusta di berbagai wilayah di Indonesia. Sebanyak 9.061 kasus baru kusta ditemukan di Indonesia, termasuk kasus baru kusta pada anak. Per tanggal 13 Januari 2021 lalu, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 persen. Angka ini masih sangat tinggi, belum mencapai target pemerintah yang di bawah 5 persen.
Padahal dengan keterbatasan yang dimiliki anak disabilitas dan kusta, perlu adanya komitmen seluruh pihak untuk memastikan anak tetap mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang baik. Memastikan tumbuh kembangnya berjalan dengan optimal, memiliki masa depan yang baik, tidak lagi dibedakan dengan anak non disabilitas lainnya, dan mendapatkan hak pendidikan yang inklusif.
“Banyak hal yang ditemukan saat berkunjung ke desa-desa pendampingan yang kita datangi. Banyak anak berkebutuhan khusus yang putus sekolah, tidak mau sekolah, bahkan ada anak disabilitas sudah diusia sekolah namun tidak didaftarkan oleh orang tua atau keluarganya untuk bersekolah,” kata Anselmus Gabies Kartono dari Yayasan Kita Juga atau Sankita.
Agar anak disabilitas dan kusta mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak non disabilitas lainnya ternyata tidak mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi selain stigma akan anak disabilitas dan kusta di masyarakat. Masalah jauhnya jarak sekolah khusus atau SLB dari lokasi anak disabilitas, kurangnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak disabilitas dan kusta, kurangnya tenaga pendidik untuk anak berkebutuhan khusus, masalah sarana prasarana lainnya.
“Untuk itulah Yayasan Kita Juga atau Sankita terus mendorong mengampanyekan pendidikan inklusif yang melibatkan masyarakat, orang tua, komite, tenaga pengajar, dan lainnya di daerah Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur,” tambah Anselmus.
Apa itu pendidikan inklusif? Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Seperti yang dilakukan SDN Rangga Watu Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Program Pendidikan Inklusif di SDN Rangga Watu
