NININMENULIS.COM – Sepertinya saya semakin yakin kalau jalan-jalan tidak perlu niat atau rencana yang berbelit-belit. Seperti jalan-jalan kali ini. Sama saat momen Asian Games 2018 lalu yang tanpa rencana, menghadiri ajang Asian Para Games 2018 pun tidak pakai rencana yang rapi. Sempat gagal pergi di dua hari sebelumnya karena kesorean (ingatkan I’m the morning person) akhirnya datang juga ke ajang olahraga yang diperuntukkan untuk saudara kita penyandang disabilitas. Jika di Asian Games, saya datang bertiga, di Asian Para Games cukup berdua saja.
Mba Ninin mau nonton cabang olahraga apa, itu bunyi wasap Pipit sebelum kita berangkat.
Nonton cabang olahraga yang tersedia aja. Kalau tidak ada ya jalan-jalan keliling GBK, balas saya yang memang tidak fanatik terhadap olahraga tertentu meskipun berulang kali diberi link pembelian tiket online.
Karena niatnya memeriahkan dan mendukung para saudara kita yang bertanding alangkah baiknya bila tidak pilih-pilih cabang olahraganya, begitu yang ada di benak saya saat itu. Seperti biasa, tempat janjian selalu di stasiun dan stasiun Depok Baru kali ini.
Tiket festival untuk masuk ke dalam area Gelora Bung Karno (GBK) sama saat ajang Asian Games yakni 10 ribu rupiah. Tata letak dan pengaturan venue di dalamnya pun tidak terlalu berbeda dengan saat Asian Games 2018. Bedanya di ajang Asian Para Games 2018, tenda-tenda tenant sudah dapat dijumpai mulai masuk pintu utama di Pintu 6. Di sini pengunjung sudah dapat membeli berbagai merchandise dari para produk sponsor. Bagi yang ingin membeli produk resmi Asian Para Games 2018 tersedia merchandise shop. Boneka Momo maskot Asian Para Games 2018 dihargai 275 ribu rupiah, sweater hoodie 425 ribu rupiah, key chain 55 ribu rupiah, magnet berbentuk Momo seharga 75 ribu rupiah dan masih banyak lagi. Oiya di sini juga memberikan berbagai diskon untuk produk tertentu. Melihat harganya, tahukan barang apa yang saya dan Pipit beli.
Saat membeli tiket festival di depan pintu masuk, si mas-mas yang jaga berkata “Tiket pertandingan yang tersedia tinggal atletik dan lawn bowls ya.”
“Lawn bowls itu olahraga apa mas?” tanya saya.
“Ya semacam hockey gitu sih,” jawab si mas dengan mimik muka tidak yakin.
Mendapat informasi itu bukan berarti kita berdua langsung menuju ke salah satu venue olahraga tersebut. Saya dan Pipit sempat ikutan antri di ticket box Badminton yang sudah dipenuhi rombongan sekolah dan rombongan penonton lainnya. Sempat juga mencoba menuju venue kolam renang yang di ticket boxnya sudah terpasang tulisan closed. Setelah lelah mencari cabang olahraga yang masih menjual tiket barulah kita menuruti saran si mas, menuju area lawn bowls.
Lawn bowls menempati area dari Hockey Astro Turf Senayan yang posisinya berhadapan dengan TVRI.
Setelah membeli tiket lawn bowls seharga 25 ribu rupiah, saya dan Pipit duduk di podium paling atas dengan harapan dapat menyaksikan seluruh pertandingan dengan leluasa. Saat itu di benak kita ‘pertandingan hockey’ untuk penyandang disabilitas. Penonton tidak begitu banyak saat itu, mungkin karena venue lawn bowls ini posisinya paling belakang dari pintu masuk. Salah satu tribun sudah dipenuhi rombongan dari sekolah ata yayasan penyandang disabilitas. Ya ajang Asian Para Games ini bukan saja ajang pertandingan olahraga untuk penyandang disabilitas saja, penonton yang hadir pun banyak dari teman-teman penyandang disabilitas, selain rombongan sekolah dan rombongan emak-emak gaul – dan entah saya dan Pipit masuk rombongan apa.
“Jika seperti pertandingan hockey mengapa lapangannya seperti itu ya Pit?” gumam saya ke Pipit yang melihat skema lapangan yang terbagi menjadi delapan jalur.
“Jangan-jangan seperti kleci mba Nin,” kata Pipit ke saya yang tidak tahu kleci itu apa.
Pertandingan dimulai dengan trial time selama 15 menit. Dari situ kami menyaksikan para atlet yang kebanyakan di atas kursi roda (karena ada peserta tidak berkursi roda juga) mulai melemparkan bola-bola sebesar kepalan tangan lurus ke depan seperti bowling. Di tengah-tengah pertandingan saya bertanya ke Pipit, “Kenapa mereka tepuk tangan Pit.”
“Mungkin yang lemparannya paling jauh mba,” ujar pipit tidak yakin juga karena melihat bola yang mendapat tepuk tangah meriah berhentinya tidak paling jauh.
Oke, berarti 15 menit pertama kita menonton masih belum tahu pertandingan apa sebenarnya lawn bowls ini.
“Ah, searching aja!” kata Pipit bergegas meraih gawai dan mencari tahu apa itu lawn bowls. Sedangkan saya, hanya menertawai ketidaktahuan saya sendiri mengapa penonton riuh.
Ternyata lawn bowls merupakan olahraga istimewa selain goal ball dan boccia yang hanya ada di Asian Para Games, tidak ada di ajang lainnya. Ini berbeda dengan cabang olahraga lainnya yang bisa kita jumpai di ajang olahraga bergensi lainnya. Dan saya bersyukur tidak merencanakan terlebih dahulu olahraga apa yang akan ditonton, karena bila direncanakan, saya tidak akan pernah mengetahuidan menyaksikan sendiri ada olahraga seistimewa ini. Sekali lagi saya bersyukur akan jalan-jalan tanpa rencana dan niat yang sederhana.
Ingin tahu lebih lengkap tentang dan istimewanya lawn bowls hasil searching-an Pipit? Klik di link.
Selesai menonton pertandingan, kita sudah lelah berjalan balik ke depan stadion, dan memilih naik trans Jakarta yang tersedia di sini. Menyempatkan diri makan, membeli souvenir dari produk sponsor, dan mencuri dengar hiburan dari arah panggung sebelum akhirnya kita berdua menaiki kereta-keretaan taman buah Mekarsari menuju depan stadion untuk kembali pulang.
Ya berakhirlah jalan-jalan di ajang Asian Para Games 2018 kali ini. Namun ‘oleh-oleh’ akan pengalaman menonton pertandingan lawn bowls tidak akan dilupakan. Saya bangga karena sudah menyaksikan! Dan bagi Anda yang belum pernah menyaksikan pertandingan olahraga ini, selamat menunggu hingga ajang Para Games lainnya.
Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast
View all posts by Ninin Rahayu Sari