NININMENULIS.COM – “Lily menderita agnosia sehingga membuatnya tak bisa mengenalilangsung benda-benda yang ada di sekitarnya. Yang membuat Helen, kakak Lily, semakin bersalah adalah saat orangtuanya juga seperti menyalahkannya. Seolah sindrom yang menimpa Lily disebabkan olehnya. Suatu ketika Lily bercerita bahwa dia punya teman baru bernama Samara. Helen tidak tahu siapa Samara, tidak ada yang bernama Samara di Sekolah Lily…..” itu cuplikan isi novel Agnosia yang ada di belakang covernya. Suatu penyakit yang membuat penderitanya tidak bisa mengenali apa yang dilihatnya. Yang membuat menarik, Lily, pengidap agnosia di novel ini melihat sosok yang tidak orang lain lihat. Penasaran?
Tema yang menarik dan membuat aku penasaran membaca setiap lembar dalam 172 halaman ini. Dari segi cover, novel Agnosia mengundang rasa penasaran pembaca. Novel Agnosia memiliki cover dengan dominasi warna hitam dan sebuah ilustrasi sosok seorang gadis kecil – sangat mencirikan sebuah novel misteri, ditunjang dengan sebaik kalimat ‘Ada makhluk lain yang luput dari pandanganmu’ di atas judul Agnosia. Untuk sebuah novel misteri yang diperuntukan bagi remaja, novel Agnosia terasa pas ditunjang dengan ukuran font dan spasi yang lebih besar katimbang novel pada umumnya.
Contents
Sinopsis Novel Agnosia
Novel Agnosia bercerita tentang seorang gadis remaja bernama Helen yang secara tidak langsung menyebabkan adiknya, Lily menderita penyakit Agnosia. Penyakit ini menyebabkan penderitanya tidak bisa mengenali langsung benda-benda yang ada di sekitarnya. Suatu ketika, Lily bercerita kepada Helen bahwa dia punya seorang teman baru bernama Samara. Kebingungan Helen mulai menjadi saat tidak ada seorangpun yang bernama Samara di sekolah Lily. Disebutkan pula bahwa Samara selama ini selalu ada di sekitar Helen namun tidak berani menyapanya.
Untuk melindungi adik, keluarga, dan dirinya sendiri Helen memutuskan untuk mencari tahu siapa sebenarnya Samara. Dalam proses mengungkap identitas Samara, beberapa hal mengerikan terjadi seperti vas keramik yang pecah, Kucing hitam tetangga yang mati, disusul dengan anak lelaki yang patah tulang dan patung wanita yang terbakar. Menurut Lily, Samara-lah yang melakukannya. Helen makin khawatir, dia harus menghentikan semua ini. dan cerita penuh misteri pun dimulai.
Cerita Agnosia ini membawakan kisah fiktif dengan unsur supranatural di dalamnya, bagaimana Lily dengan kekurangan yang dimilikinya justru diberi kelebihan melihat sesuatu yang tidak orang lain lihat. Dalam cerita ini, kita dapat mengetahui seberapa merasa bersalahnya Helen kepada Lily karena dia merasa sebagai penyebab penyakit Agnosia yang diidap Lily. Buku ini akan membuat kita percaya bahwa ada hal lain yang luput dari pandangan kita, walaupun terasa sangat tidak realistis, buku ini mampu membuat pembacanya seperti terjun ke dunia fiktif novel Agnosia.
Opini Pribadi Novel Agnosia
Kemasan yang bagus, tema yang menarik, ditunjang dengan alur cerita yang mengalir membuat novel Agnosia ini layak dibaca para remaja. Namun menurut aku, ada beberapa hal yang mengganjal di dalam novel ini. Bukannya mau sok pintar, ini hanya sekadar opini, review aku setelah membaca Novel Agnosia.
-
Latar belakang yang menjadi kekuatan sebuah cerita tidak diceritakan dengan jelas di novel ini. Melihat penulisnya, Ibrahim Paranggupito berasal dari Indonesia, sedari awal membaca aku mengasumsikan cerita ini berlatarbelakang di salah satu wilayah Indonesia. Tetapi semakin ke belakang aku semakin merasa novel ini bukan berlatarbelakang di Indonesia. Inikan novel fiksi, apa perlu latar belakang yang kuat? Iya benar, tetapi latar belakang seperti lokasi, pemilihan nama, penjabaran suasana yang detil tentu akan membuat cerita semakin menarik lagi.
-
Lihat saja pemilihan nama di novel Agnosia ini, Lily, Helen, Bibi Joana, Rosarch, Tuan dan Nadeline, atau tengok gaya bertutur penulis dalam mendiskripsikan cerita, ……. “Bibi yang membuatnya sendiri?” tanya Helen seraya mengambil topi yang terbuat dari benang wol di atas perapian…… (hal.78) atau …… Rumah pohon kayu itu telah lama digembok oleh Tuan Nadeline agar tidak dikunjungi Lily dan Helen……. (hal. 63) yang menurut aku seperti membaca sebuah novel terjemahan. Feel yang aku dapat saat membaca setiap kata dan kalimat di novel Agnosia sama saat membaca novel remaja misteri terjemahan seperti Lima Sekawan.
-
Mengambil judul Agnosia, tepatnya Prosopagnosia atau ketidakmampuan mengenali wajah, sayangnya penulis kurang me-riset mengenai penyakit tersebut. ….”Tidak dapat disembuhkan langsung,” jawab Ayahnya. “Terapi dua atau tiga bulan mngkin. Atau kemungkinan terburuk… seumur hidup.”……. (hal.27). Padahal dari situs kesehatan yang pernah aku baca, agnosia adalah penyakit yang belum ada obatnya Meski penelitian dalam dunia medis terus berkembang, hingga kini belum ada obat untuk menyembuhkan agnosia.
-
Tokoh utama di dalam ceritanya terlihat bias. Mengambil tema agnosia bukannya seharusnya yang menjadi tokoh sentral Lily, sebagai mengidap agnosia? Namun novel ini justru berpusat ke Helen dengan semua rasa bersalahnya karena menganggap Lily terkena agnosia karena dirinya, sehingga timbul pertanyaan, benarkan Samara adalah sosok yang tak kasat mata? Atau Samara juga Kraneia atau Si Wanita Kayu adalah sosok yang hadir karena rasa cemas, penyesalan dan traumatis yang berlebihan dari Helen? Jika iya, seharusnya novel ini lebih terfokus ke D.I.D (Dissociative Identity Disorder) atau kepribadian ganda. Untuk itu sekali lagi, riset sangat penting dalam menciptakan cerita.
Mengenal Agnosia
Agnosia adalah kelainan saraf yang mengakibatkan penderitanya tidak bisa mengenali barang-barang yang terlihat sederhana, seperti kunci atau apel. Penderita agnosia juga tidak mampu mengenal orang lain, mencium aroma, atau mengenali suara tertentu. Pada beberapa penderita agnosia, penyebab terjadinya kerusakan otak tidak diketahui. Gejala agnosia yang ditunjukkan oleh tiap orang pun bisa berbeda, tergantung bagian otak yang rusak.
Gejala agnosia dikelompokkan berdasarkan tipenya:
-
Agnosia auditori (pendengaran)
Gejala penderita auditory agnosia adalah tidak bisa mengenali benda berdasarkan suaranya karena kerusakan lobus temporal pada otak. Misalnya, seseorang tidak bisa mengenali telepon ketika benda itu berdering.
-
Agnosia gustatori (rasa)
Pada agnosia ini, lobus temporal juga rusak, dan mengakibatkan seseorang tidak bisa mengenali rasa ketika mencicipinya. Penderita agnosia ini bisa merasakan rasa asin, manis, pedas, dan sebagainya, tapi tidak bisa menjelaskannya ketika ditanya oleh orang lain.
-
Agnosia olfaktori (penciuman)
Penderita agnosia ini tidak mampu mengidentifikasi bau, sekalipun bisa menciumnya. Kondisi ini terjadi ketika bagian depan lobus temporal mengalami kerusakan.
-
Agnosia somatosensori (peraba)
Gejala somatosensory agnosia adalah tidak bisa mengenali benda ketika menyentuhnya karena rusaknya lobus parietal otak rusak. Orang dengan kondisi agnosia ini tidak mampu membedakan kunci dan peniti hanya dengan menyentuhnya, namun meski bisa mengenali ketika melihatnya.
-
Agnosia visual (penglihatan)
Penderita agnosia visual tidak bisa mengenali benda hanya dengan melihat, tapi harus meraba atau menciumnya. Kondisi ini bisa terjadi saat lobus oksipital otak rusak.