NININMENULIS.COM – Peringatan Hari Gizi (HGN) ke-62 yang jatuh pada 25 Januari tahun ini secara khusus mengangkat tema ‘Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas’. Tema ini diangkat karena permasalahan gizi di Indonesia masih menjadi kendala, baik stunting maupun obesitas. Sedangkan di 2024 diharapkan prevalensi stunting pada anak turun menjadi 14% dan obesitas dewasa ditargetkan terkendali di angka 21,8%. Tetapi hingga 2021 prevalensi stunting pada anak masih 24,4%.
Untuk mencapai penurunan 3% setiap tahun agar target di 2024 tercapai tentu tidak mudah. Usaha ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak mulai dari masyarakat, pemerintah, dan swasta. Itulah mengapa di peringatan Hari Gizi ke-62 tahun ini Direktorat Gizi Mayarakat Kemenkes Republik Indonesia merasa perlu mengajak dan mengingatkan kembali akan ancaman stunting dan obesitas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui Webinar Cegah Stunting Selalu Penting yang diadakan Kamis (3/2) lalu.
Webinar Cegah Stunting Selalu Penting ini diadakan secara virtual melalui aplikasi Zoom dan YouTube channel Direktorat Gizi Masyarakat. Dalam webinar yang dimulai sejak pukul 09.00 pagi ini menghadirkan tiga narasumber utama, Ninik Sukotjo (Nutrition Specialist UNICEF Indonesia), Andriyani Wagianto (Nutrition & Head Leader SEAA Unilever), Sisca Wulandari (Tanoto Foundation), dan Akim Dharmawan sebagai moderator jalannya webinar.
“Permasalahan yang timbul akibat stunting tidak melulu anak menjadi pendek, akan tetapi ada permasalahan kognitif dan jika tidak ada perbaikan gizi yang baik, maka generasi 20 tahun mendatang tidak akan menjadi pemimpin,” ujar Dian Dhipo, Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Republik Indonesia dalam sambutannya di webinar Cegah Stunting Selalu Penting.
Senada dengan yang diutarakan Dian Dhipo, Ida Budi G Sadikin, Istri Menteri Kesehatan Republik Indonesia, saat membuka jalannya webinar Cegah Stunting Selalu Penting mengatakan, “masih tingginya prevalensi stunting tentu mempengaruhi tingkat intelektual mereka saat dewasa. Bila intelektual menurun maka produktivitas dan daya saing pun akan ikut menurun. Hal ini akan mengurangi dampak bonus demografi di Indonesia, dimana seharusnya sepuluh tahun ke depan Indonesia sudah dapat menjadi negara maju.”
Contents
Apa Itu Stunting?
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh kembang pada anak yang terjadi karena kekurangan asupan zat gizi yang dimulai dari seribu hari pertama kehidupan, artinya dari masa konsepsi sampai dengan anak itu dua tahun. Itulah mengapa jika kita bicara mengenai stunting berarti juga harus berbicara mengenai seribu hari pertama kehidupan.
“Dari data UNICEF dan WHO terlihat terlihat angka stunting meningkat di usia 6 ke 23 bulan. Kenaikan ini disebabkan karena biasanya anak sudah diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Di situlah sering terjadi terhambatnya pertumbuhan karena pemberian zat gizi yang kurang optimal,” kata Ninik Sukotjo, Nutrition Specialist UNICEF Indonesia saat berbicara mengenai Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Optimal untuk Cegah Stunting.
Rekomendasi Praktek PMBA usia 6-23 bulan
Terhambatnya pertumbuhan karena pemberian zat gizi yang kurang optimal di usia 0-23 bulan ini disebabkan karena anak memasuki periode pertumbuhan pesat. Di usia ini pertumbuhan otak anak akan berkembang hingga 75% ukuran otak dewasa dan lebih dari 1 juta koneksi saraf dibentuk setiap detiknya. Pada usia ini juga berat badan anak akan bertambah 4x lipat dengan tinggi badan meningkat sebanyak 75%. Itulah mengapa di usia ini perlu adanya strategi pemberian makanan bayi dan Anak (PMBA) untuk mencegah anak kurang asupan yang optimal.
Cegah Stunting dengan Strategi Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
Untuk mewujudkan anak berkualitas, Ninik Sukotjo merekomendasikan standar emas Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Strategi PMBA antara lain dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, memberikan makanan pendamping (MPASI), dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia dua tahun atau lebih.
“Setelah bayi berusia enam bulan, ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, sehingga perlu makanan tambahan atau MPASI. Memperkenalkan MPASI terlalu dini atau kurang dari 6 bulan akan meningkatkan risiko kontaminasi patogen ASI, sebaliknya pemberian MPASI yang terlambat membuat bayi tidak mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya,” tambah Ninik.
Namun dalam prakteknya, permasalahan waktu yang tepat, bukan satu-satunya tantangan dalam pemberian MPASI. Kurang beragamnya bahan makanan, frekuensi pemberian MPASI yang rendah, mengonsumsi makanan kemasan yang tinggi GGL (Gula, Garam, Lemak), dan banyaknya mengonsumsi minuman berpemanis, menjadi kendala dalam pemberian MPASI yang optimal. Untuk itulah perlu diperkenalkan berbagai jenis bahan makanan lokal yang mudah didapat, murah, dan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi juga diproses dengan cara yang tepat.
Peran Unilever dalam Perbaikan Nutrisi untuk Mencegah Stunting
Pemenuhan nutrisi yang optimal bukan menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah saja, Unilever sebagai perusahaan multinasional yang juga memproduksi makanan dan minuman turut terpanggil untuk mengedukasi masyarakat mendapatkan makanan dan minuman dengan gizi yang seimbang.
“Unilever berinisiatif untuk menjadikan produknya memiliki nutrisi berstandar WHO, mereformulasi produk seperti mengurangi pemakaian gula sebanyak 30% pada produk kecap, membatasi kalori gula dan lemaknya pada produk es krim anak, jus dengan kandungan buah asli, peluncuran produk pengganti daging berbasis nabati, dan masih banyak lagi lainnya. Selain itu Unilever juga menciptakan kebiasaan pola makan yang baik dan hidup bersih melalui program Ibu dan Balita & Komunitas Sehat, program Sekolah dan Pesantren Sehat, Unilever Brightfuture, dan juga program Nutrimenu,” kata Andriyani Wagianto, Nutrition & Head Leader SEAA Unilever saat memberikan materi Peran Unilever dalam Mengedukasi Masyarakat tentang Gizi Seimbang.
Program Nutrimenu yang diinisiatif Unilever ini sudah diluncurkan sejak 2019. bekerjasama dengan mitra strategis, program Nutrimenu bertujuan untuk memberikan edukasi dan membangun kebiasaan keluarga Indonesia dalam memasak dan mengonsumsi makanan yang lezat dan bergizi seimbang sesuai panduan ‘Isi Piringku’. Dan sejak 2019, program Nutrimenu telah menjangkai lebih dari satu juta Ibu dan remaja putri.
Program Tanoto Foundation dalam Percepatan Penurunan Stunting
Pada kesempatan yang sama Sisca Wulandari dari Tanoto Foundation menegaskan komitmen Tanoto Foundation dalam mengintervensi pencegahan stunting di Indonesia. “Dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas manusia sedini mungkin, sebagai salah satu tujuan program ECED (Early Childhood Education & Developmend), sejak 2019 Tanoto Foundation melakukan beberapa program di tingkat nasional, daerah, maupun komunitas,untuk membantu pemerintah menurunkan prevalensi stunting di Indonesia,” jelas Sisca.
Tanoto Foundation mendukung pelaksanaan program percepatan penurunan stunting yang mencakup program Human Development Worker (HDW) dan penyusunan petunjuk teknis penyusunan strategi komunikasi perubahan perilaku. Tanoto Foundation juga telah membantu penyusunan modul Pencegahan dan Penanganan Stunting yang akan digunakan oleh para Pendamping Keluaarga Harapan (PKH) untuk meningkatkan pemahaman dan perubahan perilaku keluarga penerima manfaat PKH untuk mencegah stunting. Selain itu, untuk membantu pemerintah tingkat kabupaten atau kota dalam percepatan pencegahan stunting, Tanoto Foundation di 2021 juga melakukan pendampingan teknis ke tujuh kabupaten untuk menyusun, mendalami, memetakan, dan menerapkan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting.
Jika seluruh pihak dan lapisan masyarakat bersama-sama mencegah stunting pada anak tentu target prevalensi 14% di 2024 akan mudah dicapai, dan nantinya Indonesia akan dipimpin oleh sumber daya manusia berkualitas.
Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast
View all posts by Ninin Rahayu Sari