Achmad Sofiyudin, Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur di Desa Muncar

achmad sofiyudin

NININMENULIS.COM – Berbincang dengan sosok satu ini Aku teringat dengan kalimat legendaris yang pernah dipekikan Bapak Bangsa, Soekarno, “beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Sosok yang aku ceritakan ini bernama Achmad Sofiyudin yang akrab disapa Sofi. Di tangan pria berusia 28 tahun ini, sebuah desa di pelosok Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah yang bernama Desa Muncar kini harum menggema di kancah dunia melalui komoditas utamanya, kopi.

Desa Muncar sendiri terletak di antara dataran tinggi Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau. Lokasinya menjadikan desa ini memiliki lukisan alam yang tidak ternilai harganya. Keindahan lanskap pedesaan yang asri dengan lahan pertanian, perkebunan, sungai, dan air terjun inilah yang membuat Sofi ‘jatuh cinta’ dengan desa ini sejak pertama kali menginjakan kakinya. Namun sayangnya kondisi desa ini masih sulit dijangkau saat itu.

Sebagai finalis penerima SATU Indonesia Awards 2017 di bidang lingkungan yang berhasil membawa Desa Gedong Pass, Semarang menjadi destinasi wisata terkenal di Jawa Tengah, pada 2018 Sofi kembali dipercaya Astra menjadi fasilitator dan komite program Desa Sejahtera Astra (DSA) bagi Desa Muncar dan ketiga desa penyanggah lainnya, Desa Petarangan, Desa Danurejo, dan Desa Tlogowungu.

Sofi memulai upayanya dengan mendata apa saja yang menjadi komoditas unggulan dari Desa Muncar, dan akhirnya diputuskan kopi. “Apalagi kopi Robusta yang ditanam di Desa Muncar memiliki sejarah panjang yang sudah diakui kualitasnya sejak dulu berdasarkan bukti prasasti VOC 1619 yang ditemukan di Bukit Tanggulangi,” buka Sofi memulai percakapan seru kami di Rabu pagi (13/9) lalu. Meskipun telah diakui kenikmatannya sejak dulu, sayangnya kopi Temanggung belum mampu bersaing dengan kopi-kopi dari daerah lain. Dari sinilah Sofi mulai memberikan nilai tambah dan branding kopi Robusta khas Desa Muncar.

Kopi Muncar, Komoditas Unggulan Desa

achmad sofiyudin
Hasil komoditas olahan pangan di Desa Muncar (Foto: Dok. Achmad Sofiyudin)

Setelah mendapatkan kepercayaan dan respon positif dari warga sekitar, Sofi mulai mencari jalan bagaimana memperkenalkan kopi dari Desa Muncar ke luar. Ia percaya kopi bukan hanya sebagai komoditas tetapi dapat menjadi atraksi budaya. Dari situ munculah gagasan untuk mengemas musim setelah panen kopi menjadi Festival Panen Raya Kopi Sang Intan Merah Bhumi Pala. Tidak berhenti dengan mengadakan festival saja, Sofi juga membuat event gelaran tarung seduh barista se-Jawa Tengah dan DIY digelar di Desa Muncar.

“Selain untuk memperkenalkan produksi kopi dari Desa Muncar, atraksi wisata yang diadakan ini juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan bangga warga Desa Muncar terhadap desa tempat tinggalnya. Meskipun saat pelaksanaan gelaran tarung seduh banyak peserta yang nyasar karena tidak adanya akses internet di Desa Muncar,” lanjut Sofi tertawa.

Sebelum Sofi hadir, warga desa masih mengolah kopi dengan seadanya tanpa membuat produk turunan. Petik hijau dan langsung jual sudah menjadi kebiasaan sejak turun temurun. Tak heran, harga saat itu cukup rendah, harga maksimal di 20 ribu per kilogram. “Sekarang harga terendah sudah di 40 ribu per kilogram dan tertinggi mencapai 60 ribu per kilogram,” ujar Sofi bangga.

Jika dahulu tanaman kopi diperlakukan asal-asalan, kini mulai diolah secara profesional mulai dari segi manajemen, proses petik dan pengolahan, hingga penjualan. Untuk kelangsungan bisnis komoditi unggulan kopi Desa Muncar, Sofi membuat satu wadah yang dikelola langsung oleh masyarakat lokal, yaitu Koperasi Mulyo Migunani. Koperasi ini tak hanya mengurus keanggotaan, melainkan menerapkan praktik pengolahan kopi sesuai SOP, salah satunya pemilihan kopi cherry melalui petik merah.

Dengan berjalannya waktu, munculah merek dagang ‘Moncer’ yang diambil dari nama Desa Muncar. Sebuah nama desa yang memiliki makna memesona, bercahaya, memberi kesejahteraan. Untuk mendukung bisnis olahan kopi, Sofi dan masyarakat Desa Muncar juga mengembangkan gula semut organik, madu Klanceng, hingga rempeyek dari daun kopi. Turunan olahan gula semut organik pun cukup beragam, mulai rasa jahe hingga kunyit asam. “Saat ini kami sedang mengembangkan beras leye atau beras singkong,” tambah Sofi.

Terlibat cukup banyak tidak membuat Sofi jumawa. Ia sudah berpikir jangka panjang, yaitu regenerasi. “Saya bukan Superman, saya membutuhkan Super Tim. Kalau saya cuma bilang ayo kembali ke desa, tetapi tidak berbuat apa-apa, ya percuma. Saya ingin menjadikan Desa Muncar ini sebagai desa ramah anak, ramah bermimpi, dan ramah berkreasi,” ujarnya.

Program Bethari Sri, Pemantik Penyatuan Pemuda

achmad sofiyudin
Achmad Sofiyudin bersama pemuda Desa Muncar (Foto: Dok. Achmad Sofiyudin)

Ternyata tidak mudah menghadirkan para pemuda desa di Desa Muncar. “Tiga tahun saya menunggu mereka pulang merantau untuk bersama-sama membangun desa,” seru Sofi. Kondisi geografis desa yang masih sulit dijangkau (baru pada 2020 diadakan pelebaran jalan), juga minimnya fasilitas berkreasi menjadikan banyak anak muda dari Desa Muncar sudah meninggalkan desanya sejak anak-anak dan ‘ogah’ pulang kembali untuk membangun desa. “Mereka merasa insecure dengan kondisi desanya lalu memilih meninggalkan Desa Muncar untuk merantau mengadu nasib atau sekadar menimba pengalaman. Karena menurut mereka, jika terus berada di Desa Muncar dengan kondisi seperti itu membuat mereka stagnan,” kisahnya.

Setelah komoditas unggulan, kopi mulai dikenal namanya dan Desa Muncar menjadi desa wisata yang menuai banyak sorotan, mulai dari produktivitas olahan makanan hingga keindahan alamnya mulailah timbul rasa bangga dan keinginan kembali pulang dengan sendirinya tanpa paksaan. “Jika dahulu mereka insecure sekarang bersyukur menjadi pemuda Desa Muncar,” lanjutnya.

Kehadiran para pemuda desa untuk turut berperan aktif membangun Desa Muncar sangat diharapkan Sofi sejak pertama kali menginjakan kakinya di desa ini. Sangat disayangkan bila para kreator hanya generasi tua saja. Hal ini tentu akan menghambat pergerakan inovasi yang akan datang. Baginya semaju apapun sebuah desa kalau pemudanya tidak ada akan cepat hancur. Sebagai generasi yang unggul dalam memahami dunia luar dan media sosial, Sofi berharap para pemuda desa ini dapat menjadi tumpuan penggerak generasi lainnya.

“Generasi tua hanya mengarahkan dan memberi bimbingan ketika generasi muda mengalami kebingungan dan kebimbangan. Salah-salah sedikit itu biasa, tinggal diperbaiki. Terpenting jangan membuat mereka takut bergerak apalagi sampai drop. Sulit menaikan semangatnya lagi jika sudah drop,” tutur Sofi yang juga meminta para generasi tua untuk tidak membandingkan mereka dengan anak-anak yang sukses bekerja di tempat lain. “Karena yang mampu berkontribusi besar untuk desanya lah yang lebih patut dibanggakan,” tambahnya.

Jika bukan para generasi muda di desa yang merawat dan melestarikan kekayaan alam, beberapa tahun lagi Desa Muncar tidak ubahnya dengan desa lain yang akan kehilangan nyawa serta identitasnya. Keistimewaanya akan hilang bersama perubahan. Ciri khasnya mulai luntur dengan tuntutan kemajuan zaman.

achmad sofiyudin
Melibatkan peran serta pemuda Desa Muncar dalam membangun desa (Foto: Dok. Achmad Sofiyudin)

Tidak ingin usaha yang dirintisnya pupus begitu saja, Sofi mulai menyatukan para pemuda. Ia bergegas membuat pemantik agar semua pemuda di Desa Muncar bisa bertemu tanpa ada kecanggungan, dan lahirlah Program Bethari Sri, sebuah program untuk mengembalikan jati diri sebagai pejuang desanya sendiri dan kembali memaknai profesi petani Program ini memberikan motivasi bahwa menjadi petani adalah tugas mulia.

“Petani bisa bertahan di berbagai zaman dalam kondisi sulit sekalipun. Negara tidak akan resesi jika petani sebagai garda terdepan ketahanan pangan terus ada. Kedepannya semakin banyak petani milenial yang melahirkan inovasi dan kreasi menggunakan pendekatan teknologi terbaru. Dan ini hanya bisa dilakukan oleh generasi muda,” imbuhnya optimis.

Selain konsen dengan pendekatan teknologi dan informasi terbaru, Sofi tidak lupa mengimbanginya dengan pengetahuan lokal yang didapat dari para sesepuh desa agar tercipta keselarasan. Tidak hanya selaras antara manusia namun selaras dengan semua mahluk yang ada di semesta.

Meskipun tampak bergerak pelan namun perlahan tapi pasti Program Bethari Sri pun mulai menghasilkan perubahan. Hubungan baik dengan sekitar terjalin dengan baik. Garis kecanggungan antar generasi mulai memudar. Semangat para pemuda desa pun semakin berkobar dan tergugah akan pentingnya peran petani milenial yang dapat mengharmonisasikan sentuhan pengetahuan lokal dengan kemajuan teknologi.

achmad sofiyudin
Keindahan alam Desa Muncar, Temanggung, Jawa Tengah (Foto: Dok. Achmad Sofiyudin)

Kini jika berkunjung ke Desa Muncar di area persawahan telah terbangun jembatan titian dengan konsep ramah lingkungan tanpa melakukan alih fungsi lahan. Selain difungsikan sebagai spot selfie. Sofi sendiri menyebutnya sebagai Creative Hub, media penghubung masyarakat Desa Muncar antar generasi dalam menyalurkan kreativitasnya. Lokasi ini dipilih lantaran mudah diakses oleh wisatawan yang menuju Desa Muncar.

Dari upaya yang dilakukan Sofi, tak hanya kewirausahaan berbasis pertanian yang dikembangkan, melainkan juga wisata pedesaan. Bentuk nyata peran serta masyarakat untuk mendukung konsep ini pun mulai terlihat. Selain sudah tersedia pemandu lokasi, tersedia pula unit homestay, dan paket-paket wisata yang dikelola langsung oleh warga. Paket-paket wisata yang tersedia bila berkunjung ke Desa Muncar yaitu Agroforestry Adventure, Coffee and Sugar Journey, Bike Tour at Desa Muncar, Hillside Picnic at Curug Lawe, dan masih banyak lagi lainnya.

Di akhir percakapan tidak lupa Sofi memberikan motivasinya sebagai sesama generasi muda, “tidak ada kelahiran yang sia-sia. Semua punya kelebihan, tinggal bagaimana kita me-branding diri. Saat berkarya dan melakukan sesuatu hanya mengharap berkah yang maha kuasa saja tidak untuk menyenangkan semua orang, itu seni kehidupan. Lakukan hal kecil dengan tulus secara konsisten karena setiap orang ada momentumnya. Jangan lelah untuk belajar, berbagi, dan jangan menjadi penghianat untuk negerimu karena tidak ada alasan untuk tidak mencintai negeri ini.”

Author: Ninin Rahayu Sari

Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast

Leave a Reply