NININMENULIS.COM – Di ujung rak lemari, seringkali tersembunyi tumpukan kaus usang. Entah itu goody bag dari suatu acara yang warnanya sudah pudar, oleh-oleh reuni angkatan yang tak lagi muat, atau sekadar kaos harian yang bolong di bagian ketiak. Satu dua masih dipakai buat tidur, sisanya entah menunggu diangkut kemana. Membuangnya terasa berdosa, menyimpannya bikin sesak lemari. Maka, inilah saat yang tepat untuk mengenalkan misi mulia dengan menyulap kaos bekas menjadi keset multifungsi. Bukan hanya lantai jadi bersih, tapi juga hati lega karena turut menjaga bumi.
Mari kita ulas dulu mengapa tumpukan kaos yang tampaknya tidak berdosa itu bisa berubah jadi masalah global yang serius. Ya, kita sedang berbicara soal limbah tekstil, salah satu sumber polusi terbesar yang jarang disorot, tapi efeknya tidak main-main.
Contents
Limbah Tekstil, Ancaman Nyata yang Tersembunyi di Lemari

Indonesia, negara dengan budaya belanja online dan diskon tahunan yang menggoda iman, tak luput dari gelombang konsumsi fashion instan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, jumlah limbah tekstil di Indonesia mencapai 2,3 juta ton per tahun, dan angka itu terus merangkak naik seiring gaya hidup masyarakat yang makin cepat ganti baju demi tren. Jangan salah, ini bukan hanya soal ibu-ibu doyan belanja atau remaja kekinian yang ingin tampil beda tiap minggu. Bahkan, banyak dari kita secara tak sadar menumpuk pakaian tanpa pernah benar-benar memakainya.
Masalahnya bukan sekadar banyaknya pakaian tak terpakai, tetapi ke mana limbah itu berakhir. Ketika dibuang begitu saja, tekstil yang terbuat dari bahan sintetis seperti polyester dan nilon akan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Bahkan, selama masa itu, mereka akan perlahan melepaskan serat mikro ke tanah dan perairan, mencemari ekosistem dan percaya atau tidak masuk ke rantai makanan. Bayangkan, kita makan ikan, ikannya makan mikroplastik, mikroplastiknya dari kaos yang kita buang dua tahun lalu. Lingkaran setan ini nyata adanya.
Tidak hanya lingkungan yang merana, proses produksi pakaian juga menyedot energi, air, dan bahan kimia dalam jumlah besar. Menurut laporan Ellen MacArthur Foundation, industri fashion global mengkonsumsi 93 miliar meter kubik air per tahun, cukup untuk memenuhi kebutuhan lima juta orang. Air sebanyak itu bukan hanya dipakai untuk mencuci atau mewarnai kain, tapi juga berakhir sebagai limbah beracun yang mengalir ke sungai dan laut. Di beberapa daerah penghasil tekstil, sungai berubah warna mengikuti tren mode, merah jambu saat musim valentine, biru elektrik kala musim liburan. Ironisnya, itu bukan kabar gembira.
Dari Kaos Jadi Keset, Kreativitas yang Menyelamatkan Bumi

1. Gunting kaos bekas.
2. Gulung kuntingan kaos yang sudah berbentuk tali.
3. Buat kepang sepanjang keset yang diinginkan.
4. Lanjutkan dengan memasukan tali di setiap lubang kepang.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Membakar lemari? Pindah ke nudisme? Tentu tidak. Tapi kita bisa mulai dari hal kecil, seperti memberi napas kedua pada pakaian tak terpakai. Dan membuat keset dari kaos bekas adalah langkah paling sederhana, menyenangkan, dan cukup artistik untuk menyalurkan hasrat kreatif kita yang mungkin selama ini hanya tersalur lewat membuat caption Instagram.
Membuat keset dari kaos tak membutuhkan keahlian menjahit tingkat dewa. Cukup gunting, kepang, dan ikat. Kadang, hidup memang sesimpel itu. Kita bisa memulainya dengan memilih beberapa kaos lama dengan warna dan motif berbeda. Kalau ada yang bolong atau ternoda, itu justru nilai tambah: keset Anda akan punya karakter. Anggap saja seperti tattoo alami di atas kain.
Potong kaos menjadi strip panjang, masing-masing sekitar dua atau tiga jari lebarnya. Lalu, buat simpul dan mulai membuat kepang. Kalau Anda terbiasa merajut untuk membuat syal dan lain sebagainya, tekniknya kurang lebih sama. Setelah kepangan selesai dan didapatkan ukuran panjang keset yang diinginkan, sambung dengan mengisi setiap kepangan dengan potongan kaos. Perlahan tapi pasti, kita akan punya ‘rajutan’ potongan kaos. Hasil akhirnya? Keset buatan tangan sendiri yang tidak hanya fungsional, tapi juga penuh cerita. Setiap injakan adalah napak tilas sejarah berpakaian kita.
Tentu, membuat keset bukan satu-satunya jalan ninja mengatasi limbah tekstil. Tapi ia adalah awal yang baik. Kita bisa memperpanjang umur pakaian dengan memakainya sampai benar-benar tidak layak pakai, menyumbangkannya ke pihak yang membutuhkan, atau melakukan swap party, alias barter baju dengan teman. Aktivitas ini bisa menjadi ajang silaturahmi sekaligus cuci lemari. Lagipula, melihat baju sendiri dipakai orang lain jauh lebih memuaskan dibanding melihatnya membusuk di tumpukan sampah.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, fashion berkelanjutan bukan berarti harus tampil lusuh. Kita pun masih bisa tampil gaya dengan pakaian lama, jika tahu cara memadupadankan. Bahkan, banyak desainer lokal kini mengangkat konsep upcycle alias mendaur ulang pakaian lama menjadi karya baru yang unik dan bernilai tinggi. Jadi, jika mulai bosan dengan kaos polos yang itu-itu saja, coba sulap jadi tas, bantal sofa, atau bahkan boneka tangan untuk anak-anak. Kreativitas adalah satu-satunya batas.
Bumi tidak butuh pahlawan yang sempurna, ia butuh jutaan orang biasa yang mau melakukan hal kecil secara konsisten. Selembar kaos mungkin tampak remeh, tetapi ketika jutaan kaos dibuang bersamaan, mereka menjadi beban besar bagi planet ini. Sebaliknya, jika jutaan orang membuat keset dari kaos bekas mereka, kita tidak hanya punya lantai bersih, tapi juga masa depan yang lebih bersih.

Keren banget! Hobi kamu pasti lebih hidup kalau ikutan diskusi bareng komunitas di Kanal. Yuk cek!