Ngobrolin Hutan Sosial dan Lima Hutan Satu Cerita

NININMENULIS.COM – Hai readers, ada yang tahu atau pernah mendengar mengenai hutan sosial atau perhutanan sosial? Jujur, ini pertama kalinya saya mendengar mengenai apa itu hutan sosial dan juga program perhutanan sosial yang (ternyata) telah digalakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia sejak 2014.

Foto perhutanan sosial

Rencananya Ngobrolin Hutan Sosial akan diselenggarakan secara rutin oleh Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Indonesia

Perhutanan sosial adalah program yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar hutan dengan cara membuka akses lahan secara hukum untuk dikelola dengan syarat tetap merawat hutannya. Kok Ninin bisa tahu tentang perhutanan sosial ini? Iya dong, kan saya menghadiri talkshow Ngobrolin Hutan Sosial pada Jumat, 5 April 2019 lalu di Gedung Rimbawan 1 Gedung Manggala Wanabakti KLHK Jakarta.

Perhutanan Sosial

Ternyata ngobrolin hutan sosial tidak semenjemukan seperti yang saya bayangkan di awal. Banyak informasi mengenai perhutanan sosial yang membuat saya berdecak, ooo…. ternyata begitu.

Kamu pasti sering melihat berita di televisi saat Bapak Presiden kita, Jokowi bagi-bagi sertifikat tanah kepada masyarakat, bahkan tidak sedikit ‘aksi’ Jokowi ini mengundang kritik pedas dari lawan politiknya? Padahal kenyataannya ini salah satu dari program perhutanan sosial agar masyarakat mendapatkan kepastian hukun akan tanah yang akan dikelolahnya.

Dengan memberikan kepastian hukum dalam program perhutanan sosial, masyarakat tentu akan mendapat akses permodalan dengan lebih mudah. Tidak hanya itu saja, sertifikat yang dibagikan kemasyarakat juga berguna untuk menghindari konflik antara petani dengan pemilik HGU (Hak Guna Usaha). O iya perlu dicatat juga, sertifikat yang diberikan dalam program perhutanan sosial bukan dalam artian memberi hak milik atas tanah tetapi hak kelola tanah selama 35 tahun.

perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan

Faktanya di Indonesia terdapat 5572 hutan sosial

 

Di program perhutanan sosial ini memiliki keberadaan hutan dengan skema yang masih sama meliputi: Hutan adat, hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang sebelumnya merupakan hutan negara ataupun bukan hutan negara. Hutan kemasyarakatan, hutan negara yang mana pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan. Hutan tanaman rakyat, hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk menjamin kelestarian hutan. Hutan desa, hutan negara yang dalam pengelolaannya dilakukan oleh lembaga desa dengan tujuan untuk mensejahterakan suatu desa. Dan terakhir kemitraan kehutanan.

Talkshow Ngobrolin Hutan Sosial dan Bedah Buku Lima Hutan Satu Cerita

Hingga saat ini telah 12,7 juta Ha berbagai kawasan hutan dialokasikan oleh pemerintah untuk perhutanan sosial, dan terdapat 5572 hutan sosial yang ada di seluruh Indonesia, wow jumlah yang banyak ya. Data ini diungkapkan Dr. Ir. Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK saat memberikan sambutan sebelum talkshow Ngobrolin Hutan Sosial dimulai.

Dari total 5572 hutan sosial yang ada di Indonesia, ternyata menggugah Tosca Santoso ‘mengambil’ lima hutan untuk dibukukan dalam satu cerita di dalam buku setebal 164 halaman. Bedah buku Lima Hutan Satu Cerita menjadi topik pertama yang dibahas dalam rangkaian talkshow Ngobrolin Hutan Sosial yang rencananya akan diselenggarakan rutin oleh KLHK.

Selain dihadiri oleh Dr. Ir. Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK dan Tosca Santoso, penulis buku Lima Hutan Satu Cerita, bedah buku ini dihadiri juga oleh Diah Suradiredja (anggota Pokja Perhutanan Sosial), Didik Suharjito, (Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB), dan Bagja Hidayat (Pemimpin Redaksi Forest Digest) yang juga moderator dalam talkshow Ngobrolin Hutan Sosial.

perhutanan sosial

Bedah buku 5 Hutan 1 Cerita yang menghadirkan Dr Ir Bambang Supriyanto (Dirjen Pehutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan), Diah Suradiredja (Anggota Pokja Perhutanan Sosial), Didik Suharjito (Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB), Tosca Santosa (Penulis Buku), dan Bagja Hidayat (Pemimpin Redaksi Forest Digest). (ki-ka)

Lima Hutan Satu Cerita

Dibaca dari judulnya saja sudah terlihat sang penulis, Tosca Santoso ingin mengajak kita menyelami apa itu perhutanan sosial, proses, hingga manfaatnya dengan cara yang sederhana dan mudah untuk dimengerti. Dengan judul yang sudah ‘mengundang’ untuk membaca, sayangnya kemasan buku ini masih didesain khas buku-buku keluaran departemen yang biasanya berkosakata baku, resmi, dan penuh dengan penjabaran data-data yang sulit dimengerti.

Ngobrolin Hutan Sosial

Buku 5 Hutan 1 Cerita

Terbayang saya akan mengantuk saat membaca buku Lima Hutan Satu Cerita ini, tengok saja pada bagian depan buku yang menaruh lambang negara Garuda Pancasila mengiringi kata pengantar dari Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar. But don’t judge a book by it’s cover, begitu pepatah bilang. Karena saat kamu mulai membaca buku Lima Hutan Satu Cerita ini dipastikan tidak akan berhenti sebelum selesai seluruhnya.

Ya, Tosca Santosa meramu buku ini menjadi sangat menarik, semuanya diceritakan secara naratif seperti saat kita membaca novel. Tengok saja kalimat di cerita pertama, ‘Pagi belum beranjak jauh. Kedai-kedai di tepi Pelabuhan Rasau, masih sepi. Ini pelabuhan kecamatan yang biasanya ramai di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Mungkin terlalu pagi, hanya satu-dua calon penumpang tampak menikmati kopi dan the. Mereka usir sisa kantuk, sembari menunggu perahu berangkat.‘ Semua dikisahkan Tosca dengan gaya bercerita yang khas dengan data dan peraturan pemerintah sebagai bumbu yang menjadikannya mudah dipahami. Bagi saya ini terasa seru dan sangat menarik untuk dibaca.

Lebih menarik lagi saat kita membaca kelima bab yang tersaji di dalam buku Lima Hutan Satu Cerita ini. Selaras dengan judulnya, buku ini menceritakan tentang lima dari 5572 hutan sosial yang ada saat ini, bagaimana geliat ekonomi dari masyarakat yang mendapat akses lahan legal selama 35 tahun. Kelima lokasi hutan yang diceritakan dalam buku ini di Padang Tikar, Kubu Raya Kalimantan Barat, Kemantan Jambi, Gunung Kidul, Kulon Progo Yogyakarta, Dungus Madiun Jawa Timur, dan Sarongge Cianjur Jawa Barat.

Selain menceritakan manfaat ekonomi dari perhutanan sosial, buku ini juga mengemukakan beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan hutan sosial seperti masalah birokrasi, pendampingan petani, juga modal dan akses pasar.

hutan sosial adalah

Perlunya pendampingan intensif agar dapat memenuhi syarat dan prosedur yang ditentukan.

Selain bercerita tentang keberhasilan para petani dalam mengolah hutan sosial yang dijabarkan dengan data dan peraturan pemerintah yang mudah untuk dibaca, buku ini juga menyelipkan sedikit ‘drama’ dalam kisahnya. Seperti kisah Dudu Duroni yang bertahan menjadi petani kopi di bukit Sarongge, Cianjur Jawa Barat, kendati awalnya tak populer di mata tetangganya. Kopi adalah komoditas menahun yang hasilnya tak bisa langsung dipetik setelah ditanam. Butuh tiga tahun bagi Dudu, menunggu panen kopi pertama yang kemudian meledak di pasar. Karena bertahan menjadi petani kopi, Dudu bahkan harus bercerai dengan istrinya yang tak tahan menunggu kebunnya memberi hasil.

Membaca buku ini sudah tentu membuka wawasan kita akan perhutanan sosial, dan manfaat hutan sosial, seperti mengutip semboyan Tiga-O milik Dudu Duroni, leweung hejO, reseup nu nengjO, patani ngejO, yang jika diartikan berarti Hutan Lestari, Manfaat Untuk Orang Banyak, Dapur Petani Ngebul.

perhutanan sosial

Saya bersama dengan Tosca Santosa penulis buku 5 Hutan 1 Cerita

Author: Ninin Rahayu Sari

Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast

3 thoughts

Leave a Reply