NININMENULIS.COM – “Kenapa pindah Nin?” Itu pertanyaan semua teman setahun lalu saat saya memutuskan pindah rumah dari Cilincing, Jakarta Utara ke Kabupaten Bogor. “Toiletnya rusak,” jawab saya singkat saat itu tanpa ingin menjelaskannya lebih panjang, yang mungkin menimbulkan tanya di pikiran teman-teman saya. Sekarang coba saya buka di balik alasan itu ya.
Rumah yang saya tinggali di Cilincing, Jakarta Utara merupakan perumahan kantor almarhum bapak saya yang bangunannya sudah ada sejak tahun 1980-an. Saat saya tinggali pertama kali rumah memiliki posisi yang tinggi dari muka jalan dengan sanitasi dan pengaturan ruang yang sangat baik. Mengapa saya katakan baik? Karena jarak septic tank di belakang rumah dengan sumur gali di sini kanan rumah berjarak lebih dari 10 meter. Kamar mandi yang menggunakan kloset jongkok pun posisinya lebih tinggi dari muka lantai. Sehingga saat saya tinggali rumah tersebut sangat nyaman dengan perkarangan yang luas.
Seiring dengan berjalannya waktu daya dukung tanah di wilayah Jakarta Utara pun semakin turun – awalnya yang tidak pernah banjir, sedikit demi sedikit terkena banjir. Hingga kondisi terparah di 5 tahun terakhir di mana banjir sudah memasuki setiap ruang dalam rumah tidak terkecuali kamar mandi. Posisi kloset yang dibuat tinggi pun harus ‘tenggelam’ tertutupi air. Jika sudah demikian, pliss jangan bertanya masalah higienis ketika semua binatang yang menjijikan pun harus ikut keluar dari persembunyiannya. Sewa penginapan atau ‘ngungsi’ di rumah teman pun menjadi hal biasa di kala musim hujan, demi sebuah kata bersabar. Akhirnya kesabaran itu hilang saat septic tank sudah tidak bisa memenuhi fungsinya lagi sebagai tempat penampungan kotoran. Akhirnya saya pun pindah demi mendapatkan rumah dengan sanitasi yang layak di musim apapun.
Mengapa memiliki sanitasi yang layak penting untuk saya? Menjijikan saja membayangkan kotoran yang mengandung puluhan miliar mikroba, seperti bakteri E.coli dan Salmonella, virus Hepatitis, ribuan telur cacing, dan lain sebagainya yang membahayakan kesehatan harus akrab setiap harinya dengan kita. Trauma dengan kondisi sanitasi sebelumnya, saat membeli rumah di Kabupaten Bogor hal yang saya tanyakan pertama kali, “di mana septic tank nya?” Dan Alhamdulillah posisi septic tank di perkarangan depan dan posisi sumur berada di belakang rumah. Begitu pun posisi septic tank tetangga samping kanan dan kiri pun saya perhatikan benar, jangan sampai dekat dengan sumur yang saya miliki. Dan semuanya aman. Eits tunggu dulu, memiliki septic tank yang jaraknya jauh dari sumur apakah satu-satunya indikator sanitasi aman pada rumah? Lagi-lagi saya harus me-up grade pengetahuan dan men-cek kembali apakah sanitasi yang saya miliki termasuk sanitasi aman.
Pada Selasa (19/11) lalu bertepatan dengan Hari Toilet Sedunia 2019, saya bersama dengan blogger dan vlogger dari Blogger Crony Comunity (BCC) belajar lebih banyak mengenai sanitasi aman bertempat di Comic Cafe, Tebet Jakarta Selatan. Dalam talkshow bertema Sanitasi Aman, Mulai Kapan? Dihadirkan para narasumber Ika Fransisca (Advisor Bidang Pemasaran dan Perubahan Perilaku USAID IUWASH PLUS), DR. Subekti SE.MM (Direktur Utama PD PAL JAYA), dan Zaidah Umami (Bidang Kesehatan Lingkungan, Puskesmas Kecamatan Tebet), dengan moderator Lina Damayanti (Advisor Bidang Advokasi dan Komunikasi USAID IUWASH PLUS).
Sanitasi aman adalah sistem sanitasi yang memutus sumber pencemaran limbah domestik ke sumber air. Kriteria Sanitasi aman seperti yang diungkap di talkshow Sanitasi Aman, Mulai Kapan? memiliki beberapa poin yang harus dipenuhi, di antaranya:
-
Kedap air
“Banyak orang merasa bangga karena tidak pernah melakukan penyedotan limbah tinj*. Padahal ini menunjukan septic tank tersebut tidak kedap air. Septic tank yang tidak kedap air akan meresap ke dalam tanah, mencemari lingkungan, dan mengancam kebersihan air tanah,” kata Ika Fransisca.
-
Memiliki volume standar. Volume tangki septic tank untuk satu rumah dengan 5 anggota keluarga yang menggunakan air bersih untuk menggelontorkan kotoran secara normal dengan sistem terpisah sesuai SNI 2398-2017 adalah 800 liter.
-
Memiliki lubang kontrol
-
Memiliki ventilasi
-
Memiliki pipa masuk dan keluar
-
Harus dikuras atau sedot secara reguler ke instalasi Pengelolahan Lumpur Tinj* (IPLT)
Kebiasaan menguras tangki septic tank saat mampet atau ada masalah merupakan tindakan yang salah. “Menguras tangki septic tank yang benar harus dilakukan secara berkala setiap 2-3 tahun sekali karena tangki septic tank yang sudah penuh akan rawan bocor dan dapat meluap mencemari lingkungan. Padahal lingkungan yang baik itu tidak tercemar dengan limbah domestik,” tutur DR. Subekti SE.MM, Direktur Utama PD PAL JAYA.