Tepis Stigma dan Diskriminasi Penderita Kusta

kusta

NININMENULIS.COM – Apakah kamu masih kerap mendengar stigma atau pandangan negatif terhadap penderita kusta, misalkan kusta penyakit kutukan atau kita akan tertular kusta bila bersentuhan dengan penderita kusta? Padahal fakta sebenarnya kusta dapat disembuhkan dengan penanganan yang cepat dan tepat. Stigma negatif yang beredar seputar kusta membuat kita menepiskan fakta sesungguhnya, akibatnya banyak para penderita kusta mendapat diskriminasi sosial. Untuk itulah diperlukan media yang dapat menyampaikan literasi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran kita akan fakta kusta.

“KBR berusaha membuat program-program menarik untuk membantu kampanye SUKA atau Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta, seperti mengadakan live talkshow seputar kusta, lomba konten baik secara video, audio podcast, maupun tulisan. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan literasi informasi bagi masyarakat sehingga dapat melawan atau memfilter maraknya informasi tidak valid atau hoax,” kata Malika, Manager Program & Podcast KBR.

Sebagai penyedia konten berita berbasis jurnalisme independen, KBR turut aktif dalam menyebarkan fakta dan menepis stigma negatif seputar kusta, salah satunya dengan menggandeng NLR Indonesia sebuah organisasi yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi penderita disabilitas termasuk akibat kusta. Kerjasama KBR dan NLR Indonesia dituangkan dalam sebuah talkshow interaktif yang bertajuk ‘Gaung Kusta di Udara’. Talkshow ini dapat disimak di live streaming YouTube Berita KBR, 100 radio jaringan KBR seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua, atau di 104,2 MSTri FM Jakarta.

kusta
Flyer Talkshow Gaung Kusta di Udara

Talkshow ‘Gaung Kusta di Udara’ yang diadakan pada Senin (13/9) lalu selain menghadirkan Malika, Manager Program & Podcast KBR, juga menghadirkan dr. Febrina Sugianto, Junior Technical Advisor NLR Indonesia sebagai narasumber. Dengan dipandu oleh Rizal Wijaya, talkshow yang berlangsung satu jam, mulai pukul 09.00-10.00 berjalan sangat menarik dan informatif karena banyak fakta mengenai kusta terbarukan di sini.

“Radio sama seperti media lainnya, memiliki fungsi untuk membentuk opini masyarakat, bisa berfungsi sebagai watch dog. Bisa mempengaruhi kelompok marginal,” ujar Malika menjelaskan mengapa Berita KBR berperan aktif dalam kampanye Indonesia bebas kusta bersama NLR Indonesia.

Kusta di Indonesia

Dalam bicaranya pertama dr. Febriana Sugianto menjelaskan situasi penyebaran kusta di Indonesia saat ini. Menurutnya penyebaran kusta di Indonesia pada 2020 tercatat 16.700 kasus. Angka ini terlihat menurun dibanding 2019 sebanyak 17.439 kasus. Penurunan kasus ini bisa menjadi kabar baik atau kabar buruk. Kabar baiknya, berarti effort untuk eliminasi kusta tercapai namun kabar buruknya penurunan terjadi karena screening tidak bisa dilakukan secara rutin karena adanya pembatasan akibat pandemi.

Menurut data terakhir, 26 provinsi telah mencapai eliminasi kusta dan delapan provinsi belum mencapai eliminasi kusta yakni Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Berita memprihatinkan, ternyata kusta saat ini juga memapar anak-anak atau sebanyak 11 persen dari total kasus kusta di 2019, dan 10 persen pada 2020.

kusta
Talkshow ‘Gaung Kusta di Udara’ yang disiarkan secara live streaming di YouTube Kabar KBR

Tingginya kasus kusta ini paling banyak terjadi di luar Jawa. Hal ini kemungkinan besar karena untuk menuju ‘kantong-kantong’ kusta masih membutuhkan effort tinggi mengingat Indonesia yang terdiri dari 17 ribu kepulauan dengan kondisi sosial geografis berbeda. Tidak hanya itu saja, stigma negatif dan mitos yang beredar di masyarakat seputar kusta pun menjadi salah satu faktor yang mempertajam angka kasus kusta, bahkan Indonesia masih menduduki peringkat ketiga untuk kasus kusta di dunia. Ini sangat disayangkan mengingat masih ada sebagian masyarakat yang masih kesulitan membedakan mitos dan fakta seputar kusta. Beberapa mitos mengenai kusta yang beredar di masyarakat seperti:

  • Kusta adalah penyakit kutukan akibat dosa dimasa lalu

    Mitos seperti ini menyebabkan penderita kusta malu untuk mencari pertolongan. Jangankan mencari pertolongan medis, untuk keluar rumah saja penderita kusta mungkin enggan dan cenderung menutup diri.

  • Kusta dapat menular dengan bersentuhan

    Seperti yang diungkapkan dr. Febriana Sugianto, kusta memang penyakit menular, tetapi proses penularannya tidak semudah COVID-19. Untuk dapat penularkan kusta butuh kontak erat lebih dari 15 jam. Artinya penularan kusta biasanya terjadi jika serumah dengan penderita kusta, itu pun tidak semudah yang kita duga. Berdasarkan penelitian, dari 100 orang memiliki kontak erat dengan penderita kusta hanya 5 orang yang terinfeksi, dan dari lima orang hanya dua orang yang menunjukkan gejala tertular.

  • Kusta terjadi karena tidak menjaga kebersihan

    Ini salah satu mitos yang sering aku dengar saat kecil, padahal sesungguhnya kusta tidak timbul karena si penderita kurang menjaga kebersihan, siapa saja bisa saja terkena kusta.

  • Kusta tidak bisa disembuhkan

    Di masyarakat selama ini muncul stigma bahwa kusta tidak mudah disembuhkan, ini mitos yang fatal yang menyebabkan penderita kusta enggan mencari dan berupaya menemukan pengobatan untuk sembuh.

Fakta Seputar Kusta

Lebih jauh dr. Febrina Sugianto juga menjelaskan bahwa secara garis besar kusta dibedakan menjadi dua, Pausibasiler (PD) dan Multibasiler (MB). Untuk Pausibasiler, bercaknya lebih sedikit antara 1-5 karena jumlah kumannya sedikit, mati rasa, bisa terbentuk hipo pigmentasi yaitu bagian warna yang lebih cerah daripada kulit sekitarnya, misalnya kulit asli warna coklat lalu muncul bercak putih. Ada mati rasa pada bagian yang berwarna, hanya mengganggu satu bagian syaraf misalnya di wajah saja.

“Untuk di Indonesia sendiri justru banyak dijumpai kasus Multibasiler, dimana jumlah bakterinya lebih banyak sehingga bercak yang muncul lebih dari lima dan menyebar ke seluruh tubuh, distribusi bercak lebih simetris tersebar merata, bisa terjadi di sisi kiri maupun kanan tubuh, mempengaruhi lebih dari satu syaraf, misalnya di kaki kiri dan kanan,” jelas dr. Febrina Sugianto.

Kusta ini disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf. Itulah sebabnya bila kusta tidak lekas ditangani dan diberikan pengobatan bisa menyebabkan cacat atau disabilitas. “Namun disabilitas ini bisa diatasi dengan rehabilitasi, misalnya gerakan repetitif setiap hari atau dibantu dengan alat-alat yang bisa digunakan untuk membantu penderita beraktivitas setiap hari. Rehabilitasi bagi OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) bisa berbeda hasilnya pada setiap orang,” tambah dr. Febrina Sugianto.

kusta
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat, kusta dapat disembuhkan (Foto: Dok. NLR Indonesia)

Pengobatan bagi para penderita kusta dapat dilakukan dengan cara MDT (Multi Drug Therapy) yaitu pengobatan dengan lebih dari satu macam obat yang direkomendasikan secara medis. Kombinasi obat kusta ini dikemas dalam bentuk blister yang harus dikonsumsi setiap hari. Untuk kusta Pausibasiler diperlukan 6 blister, yang dikonsumsi selama 6-8 bulan. Artinya jika harus ada jeda ketika minum obat maka hanya ada jeda dua bulan di tengah masa pengobatan.

Sedangkan untuk kusta Multibasiler, diperlukan 12 blister yang dikonsumsi selama 12-18 bulan. Pengobatan kusta MDT ini bisa diperoleh di setiap Puskesmas terdekat. Pasien kusta yang sudah terkonfirmasi dan sudah mendapatkan pengobatan MDT dalam 72 jam pertama kemungkinan untuk menularkan penyakitnya semakin menurun, yaitu kurang dari 20 persen.

Pengobatan kusta ini dimungkinkan menimbulkan efek samping, misalnya perubahan warna kulit jadi lebih gelap dan gangguan saluran pencernaan seperti mual, sakit perut, suhu tubuh meningkat. Untuk mengatasinya perlu konsultasi secara medis dan jangan memutuskan berhenti pengobatan. Sebab pengobatan kusta berlangsung untuk jangka panjang, tidak boleh berhenti di tengah-tengah karena kemungkinan besar terjadi treatment loss untuk melanjutkan pengobatan, dan bisa saja prosesnya diulang sejak awal.

Selain mengadakan diskusi Ruang Publik, untuk menyebarkan fakta seputar kusta ini, KBR bersama dengan NLR Indonesia juga mengadakan lomba ‘Indonesia Bebas Kusta: Sebarkan faktanya, lawan stigma dan hoaxnya’ melalui IG Reels dan IG Photo pada 13-22 september 2021.

Diharapkan melalui lomba dan konten-konten media sosial, pesan edukasi mengenai penyakit kusta dapat tersampaikan dengan lebih cepat, efisien, edukatif, sekaligus informatif. Hal ini senada dengan harapan dr.Febrina Sugianto yang disampaikan di akhir acara, “diharapkan dengan cara ini dapat menyampaikan pesan positif, membangun dan mengedukasi bukan dari kaca mata belas kasihan.”

Author: Ninin Rahayu Sari

Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast

Leave a Reply