Lika-Liku Investigasi Kejahatan Lingkungan

championing environmental crime reporting in indonesia 2021-2023
(Sumber: Manual Pelatihan Jurnalisme Investigasi)

NININMENULIS.COM – Saat membaca berita liputan investigasi kejahatan lingkungan seperti, ilegal fishing, perburuan hasil laut ilegal, pembalakan liar, deforestasi, dan lain sebagainya di media massa, siapa yang menyangka untuk mendapatkan informasinya tidak semudah yang dibayangkan. Banyak tantangan yang harus dihadapi, bahkan tidak sedikit jurnalis yang terlibat dikriminalisasi di lapangan.

“Untuk mendapatkan informasi ini saya harus menyamar menjadi nelayan atau pembeli. Kalau di Pantura tuh saya paling sering mengalami intimidasi hingga dikuntit,” ujar Abdus Somad, jurnalis jaring[.]id saat menceritakan hasil investigasi Perdagangan Hiu dan Pari di sepanjang pantai Utara Jawa (Pantura) di sesi 1 Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023.

championing environmental crime reporting in indonesia 2021-2023
Flyer Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 (Sumber: YT Berita KBR)

Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Environmental Justice Foundation (EFJ) bekerja sama dengan KBR dan Tempo Institute (TI) sejak April 2021. Acara ini juga mendapat dukungan dari The Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs of The US Embassy (INL), Jakarta. Acara yang diselenggarakan di Auditorium Lantai 2, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Senin (20/3) lalu ini dapat juga disaksikan secara streaming di kanal YouTube Berita KBR.

Dalam sesi 1 Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 menghadirkan keenam jurnalis yang dipilih oleh EJF, KBR, dan Tempo untuk memaparkan hasil investigasi kejahatan lingkungan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Topik kejahatan lingkungan yang diangkat pada sesi 1 ini yaitu: Kerusakan terumbu karang di wilayah Natuna Utara, Perdagangan hiu dan pari di sepanjang pantai utara Jawa dan Sulawesi Utara, Kegiatan transhipment di perairan Bitung dan Maluku Utara, Deforestasi hutan bakau di Teluk Bintuni, Papua Barat, dan Konversi mangrove di Teluk Youtefa, Kota Jayapura.

championing environmental crime reporting in indonesia 2021-2023
Salah satu hasil investigasi kejahatan lingkungan oleh Abdus Somad. (Sumber: YT Berita KBR)

Setelah mendengarkan langsung suka duka ke-enam jurnalis saat investigasi kejahatan lingkungan di sesi 1, pertanyaan yang hadir kemudian, seberapa besar animo masyarakat untuk membaca hasil liputan investigasi lingkungan di media massa? “Dibanding berita yang sedang viral pembacanya tidak begitu banyak,” kata Anton Aprianto, Pemimpin Redaksi Tempo[.]co. Jawaban yang mencengangkan, dapat dikatakan tidak berimbang dengan jerih payah yang dilakukan rekan jurnalis di lapangan ketika melakukan investigasi.

Untuk itulah pada sesi 2 Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 mengangkat tema Masa Depan Investigasi Kejahatan Lingkungan dengan menghadirkan empat narasumber, Anton Aprianto (Pemimpin Redaksi Tempo[.]co), Azizah Nur Hapsari (senior campaigner/project Coordinator EJF), Raynaldo G Sembiring (Direktur Eksekutif ICEL), Roni Saputra (Direktur Penegakan Hukum Auriga), dan dipandu moderator Bagja Hidayat (Executive Editor Tempo).

Tantangan Investigasi Lingkungan dalam Menarik Minat Pembaca

Berbeda dengan berita regular yang menceritakan apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana (5W+1H), liputan investigasi lebih kepada pengungkapan fakta kejahatan yang merugikan dan tidak terungkap selama ini, termasuk kejahatan lingkungan yang masih marak terjadi hingga kini. Hasil dari investigasi tersebut dapat menjawab semua persoalan dan mendudukan aktor-aktor yang terlibat secara gamblang disertai dengan bukti yang kuat.

championing environmental crime reporting in indonesia 2021-2023
Para pembicara di Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 (Foto: Dok. Satto Raji)

Meskipun banyak merugikan masyarakat namun sayangnya berita terkait kejahatan lingkungan tidak seseksi berita yang kerap viral. Jumlah pembaca berita-berita lingkungan jauh lebih sedikit katimbang berita gosip artis dan lain sebagainya. “Kalau melihat klik view, jumlah pembaca berita perceraian artis, mampu menarik pembaca hingga dua juta dalam satu hari. Sementara, untuk berita liputan investigasi Mangrove pembacanya tidak sampai seratus. Pembaca kita masih terjebak dengan clickbait atau keyword yang menggoda,” buka Anton Aprianto.

Inilah yang menjadi tantangan bagi media massa khususnya online untuk menyajikan liputan investigasi, pun di Tempo[.]co. Untuk itu Anton membagi pembacanya dalam tiga kategori yakni:
Brand love, pembaca yang tergantung nama besar medianya.
Casual reader, merupakan pembaca yang datang sesekali berdasarkan traffic.
Loyal Reader, inilah tipe pembaca liputan investigasi. Pembaca ini rata-rata berkualitas dan paham dengan yang dibaca. Mereka tipe pembaca yang peduli, tidak sekadar hit and run tetapi benar-benar menjadikan berita sebagai referensi.

“Jika hal ini berlanjut iklim media digital pun bisa ikut rusak. Saat ini media online masih balapan mendapatkan traffic. Padahal di negara lain, seperti Amerika, sudah menggunakan model donasi,” tambah Anton. Memang untuk saat ini tidak mudah menyajikan berita online berbayar dengan pola berlangganan yang menyajikan peristiwa aktual dan produk berkualitas, Meskipun demikian, Anton optimis kalau liputan investigasi akan menjadi tren berita di masa depan, “ke depannya model pembaca clickbait akan ditinggalkan. Untuk itulah adanya kolaborasi dengan LSM seperti EJF sangat membantu dalam menyajikan berita investigasi lingkungan yang masih sulit ditelusuri, berisiko tinggi, dan memiliki pembaca sedikit,” sambung Anton.

Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk sebuah liputan investigasi diakui oleh Azizah Nur Hapsari, Senior Campaigner/Project Coordinator EJF). Sebagai lembaga yang hadir untuk melindungi lingkungan dan membela hak asasi manusia atas lingkungan yang aman, EJF bekerja untuk menginformasikan kebijakan dan mendorong reformasi sistemik. “Kami menyelidiki dan membongkar pelanggaran dan mendukung pejuang lingkungan, masyarakat adat, komunitas, dan jurnalis independen yang berada di garis depan ketidakadilan lingkungan,” kata Azizah.

championing environmental crime reporting in indonesia 2021-2023
Ki-Ka, Roni Saputra, Anton Aprianto, Azizah Nur Hapsari, Raynaldo G Sembiring, dan Bagja Hidayat (Sumber: YT Berita KBR)

Menurut Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga, liputan investigasi lingkungan yang dilakukan jurnalis tidak hanya semata mencari pembaca tetapi sebagai upaya untuk mendorong perubahan kebijakan dan penegakan hukum. “Jika tidak diberitakan secara simultan oleh media maka perubahan kebijakan tidak akan terjadi. Media masih berpengaruh besar dalam penegakan hukum,” tambah Roni. Ia juga melihat banyak anak muda yang bergerak dengan isu lingkungan di media sosial. Permasalahannya tidak semuanya memiliki kegemaran membaca berita investigasi yang panjang. Untuk itu Auriga mendorong pemuatan berita investigasi dalam bentuk konten yang rata-rata dibaca 2-3 menit.

Risiko Investigasi Kejahatan Lingkungan

Untuk memberantas kejahatan lingkungan tidak cukup menggunakan satu undang-undang, mengingat kejahatan lingkungan bukan termasuk single crime melainkan multiple crime yang tidak hanya terkait dengan keuangan tetapi juga pajak dan korupsi. Harus memiliki bukti kuat dalam pemberantasannya, namun ada beberapa permasalahan yang dihadapi seperti penegakan hukum yang tidak integratif antara PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), polisi, dan jaksa yang tidak satu jalur – berbeda dengan KPK. Padahal undang-undang lingkungan satu atap dengan tindak korupsi.

“Tujuan pemberantasan kejahatan lingkungan adalah perubahan perilaku yang dicapai dengan tiga cara, penegakan hukum, naming and shaming di media, dan keberlangsungan ekonominya. Sayangnya masing-masing cara berjalan sendiri-sendiri, pada akhirnya diselesaikan dengan parsial. Padahal terpenting bagaimana menindak lanjuti dari temuan-temuan kejahatan lingkungan tersebut,” kata Raynaldo G Sembiring, Direktur Eksekutif ICEL (Indonesian Centre for Environmental Law).

championing environmental crime reporting in indonesia 2021-2023
Menghadiri Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023 bersama dengan rekan blogger dari Komunitas Bloggercrony Indonesia (Foto: Dok. Satto Raji)

Tantangan liputan investigasi lingkungan ternyata tidak berhenti di menarik minat pembaca dan penegakan hukum bagi para pelaku kejahatannya saja, tetapi juga risiko yang dihadapi para jurnalis di lapangan. Para jurnalis ini kerap dikriminalisasi saat mengungkap fakta sebuah kejahatan lingkungan. “Kriminalisasi menjadi sehari-hari jurnalis lingkungan atau LSM penggerak lingkungan. Seperangkat aturan yang melindungi baru ada di level undang-undang, tetapi di level operasional peraturan pelaksana belum. Kita baru punya UU Pasal 66 Uupplh yang menyebutkan setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan pada itikad baik tidak bisa dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata,” ujar Raynaldo.

Dalam melakukan investigasi lingkungan, baik jurnalis maupun LSM tidak bisa melakukan sendiri. Semua harus terkoordinasi dan terpantau. Terutama yang berada di daerah karena lingkupnya kecil. Ini semua semata-mata untuk perlindungan dan keselamatan. Untuk itulah EJF dan Tempo Institute mengeluarkan buku Manual Pelatihan Jurnalisme Investigasi. Di dalam buku ini dikupas lengkap mulai dari bagaimana proses perencanaan sebelum investigasi, proses pengumpulan data, pengamanan data, hingga menjaga keselamatan diri selama di lapangan.

Seperti yang dikatakan Qaris Tajudin, Direktur Tempo Institute di awal acara Championing Environmental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023, “jarang media melakukan liputan investigasi, padahal dengan adanya Artificial Intelligent (AI) dan lain sebagainya, hanya liputan investigasi satu-satunya media yang tidak bisa ditiru. Untuk itu harus kita dukung bersama. Dengan investigasi, kita akan mendapatkan liputan mendalam. Sekarang bagaimana kita berkolaborasi saling mendukung melakukan investigasi dengan lebih terstruktur.”

Author: Ninin Rahayu Sari

Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast

Leave a Reply