Dari Durian Hingga Gambo Muba untuk Melestarikan Hutan

eco blogger squad

NININMENULIS.COM – Akhirnya terjawab, mengapa saat mengunjungi Bengkulu banyak dijumpai pedagang durian. Bagi pecinta durian seperti diriku, rasanya tidak ingin pulang dan ingin terus menikmati kelezatan durian khas Bengkulu ini. Meskipun namanya kalah pamor dari durian Medan atau Sidikalang, untuk kualitas durian Bengkulu tidak kalah dari keduanya. Durian Bengkulu memiliki bentuk bulat seperti telur terbalik dengan daging buah yang tebal dan bijinya yang lonjong kecil. Untuk aromanya tidak usah diragukan lagi. Masih ingat dengan pada 2018 saat pesawat rute Bengkulu – Jakarta harus menunda penerbangan dikarenakan aroma durian mengganggu penumpang lain meskipun telah dikemas sesuai dengan standar operasional?

Meskipun banyak yang menyukai buah berduri ini, namun tidak sedikit juga orang yang terganggu dengan aroma dari buah durian. Padahal selain memiliki daging buah yang lezat, durian memiliki banyak manfaat untuk kesehatan karena memiliki nutrisi lengkap dari antioksidan, serat, karbohidrat, protein, lemak, vitamin A, vitamin C, magnesium, dan fosfor. Ternyata manfaat buah durian tidak berhenti sampai di situ, percaya atau tidak kalau pohon durian dapat menyerap karbondioksida (CO2) dan mengurangi efek rumah kaca?

Pohon durian juga terbukti efektif untuk mencegah erosi dan menyuburkan tanah. Akar pohon durian dapat mencegah erosi di lahan-lahan miring, selain itu unsur hara dalam daun durian mampu mempercepat pertumbuhan tanaman di sekitarnya. Itulah mengapa kehadiran pohon durian di daerah Bengkulu khususnya Bengkulu Selatan sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan. Seperti yang dilakukan oleh Bapak Nasiun dari Desa Air Tenam, Bengkulu Selatan yang aktif menjaga total 1677 hektar pohon durian di desanya. Dari satu pohon durian saja dapat menyerap sekitar 1,42 ton CO2 setiap tahunnya.

“Apa yang dilakukan Bapak Nasiun dalam menjaga pohon durian merupakan salah satu upaya dalam memitigasi dampak buruk dari perubahan iklim,” kata Christian Natalie, Manager Program Hutan Itu Indonesia yang akrab disapa Tian. Bapak Nasiun bukan satu-satunya orang yang diajak beraksi langsung menjaga hutan di daerahnya oleh Hutan Itu Indonesia, masih ada penggiat lingkungan lainnya seperti Ibu Sumini yang bersama Lembaga Pelindung Hutan Kampung Mpu Uteun aktif menjaga dan berpatroli di 251 hektar hutan di Desa Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, bagian dari 1 juta hektar kawasan Leuser. Mengapa diperlukan peran serta dari banyak pihak untuk menjaga hutan Indonesia?

eco blogger squad
Para narasumber di online gathering Eco Blogger Squad 2023.

“Kawasan hutan saat ini semakin berkurang akibat deforestasi bahkan diprediksi pada 2030 populasi kota mencapai 65 persen. Pada saat yang sama masih banyak orang yang bergantung pada hutan,” ujar Tian di online gathering Eco Blogger Squad (EBS) 2023. Dalam online gathering Eco Blogger Squad yang dilakukan pada Senin (29/5) lalu, mengangkat tema Peran Komunitas untuk Menjaga Hutan dan Mitigasi Perubahan Iklim, dengan menghadirkan dua narasumber, Christian Natalie, Manager Program Hutan Itu Indonesia dan Azizah Nurul Amanah, Selaras, Musi Banyuasin Lingkar Temu Kabupaten Lestari.

Hutan itu Biodiversity

Suhu rata-rata bumi yang meningkat setiap harinya, membuktikan pemanasan global telah terjadi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global dengan melestarikan hutan. Luas hutan Indonesia saat ini menduduki peringkat ketiga terluas di dunia dan terbesar disumbang oleh Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Mirisnya Indonesia juga pernah tercatat di World Guinness Book of Records sebagai negara dengan tingkat laju kerusakan tercepat nomor satu di dunia. “Dalam lima tahun terakhir saja, Papua telah kehilangan hutannya seluas 3,5 kali pulau Bali,” tambah Tian.

Kerusakan hutan ini kebanyakan disebabkan karena terjadinya alih fungsi lahan menjadi industri. Terhitung ada empat macam industri yang memanfaatkan kawasan hutan, yaitu hutan tanaman industri untuk pulp dan kertas, hak pengusahaan hutan, kelapa sawit, dan tambang. Menurut Laporan Dewan Nasional Perubahan Iklim 2010, paling tidak industri pulp dan kertas bersama industri kelapa sawit menyumbang sekitar 50 persen dari estimasi deforestasi sebesar 28 juta hektar hingga tahun 2030. Hal ini tentu tidak bisa kita biarkan begitu saja, karena lebih dari sekadar sekumpulan pohon, hutan Indonesia itu biodiversity.

“Hutan Indonesia memiliki keragaman hayati besar yang menjadi rumah untuk berbagai jenis flora dan fauna. Bahkan sejumlah spesies bersifat endemik, yaitu hanya terdapat di Indonesia dan tidak ditemukan ditempat lain, seperti burung cendrawasih di Papua, bekantan di Kalimantan, anoa di Sulawesi, dan masih banyak lagi lainnya,” jelas Tian.

eco blogger squad
Kondisi hutan di Indonesia (Foto: Dok. Hutan Itu Indonesia)

Selain menjadi surga bagi satwa liar dan spesies tanaman, hutan juga merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Puluhan juta masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada hasil hutan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau bekerja di bidang perekonomian pada sektor pengolahan kayu. Sebagian dari mereka bahkan mempercayai beberapa jenis satwa langka seperti harimau dan orangutan adalah kerabat dekat yang harus dihormati. Mereka memegang teguh adat istiadat yang diturunkan dari leluhur mereka, beratus-ratus tahun lamanya.

Namun sampai kapan kita bisa bertahan jika hasil hutan terus digerogoti tanpa adanya aksi untuk melindunginya? Padahal ketika hutan mengalami deforestasi, hutan juga butuh waktu dan aksi reforestasi untuk bisa pulih kembali. “Berbagai macam aksi telah dilakukan beberapa pihak untuk terus mempertahankan kelestarian hutan Indonesia. Salah satu cara mudahnya yang bisa dilakukan oleh banyak kalangan adalah dengan mengurangi untuk mengkonsumsi tisu,” lanjutnya.

Untuk itulah daripada saling mengutuk dan menuduh pihak yang terlibat polemik, lebih baik jika kita saling bahu membahu menyuarakan aksi dan kampanye positif terkait pelestarian hutan. Beberapa aksi nyata yang dapat kita lakukan untuk melestarikan hutan dan mitigasi perubahan iklim menurut Hutan Itu Indonesia dengan membagikan cerita tentang hutan di berbagai platform media sosial, memilih berwisata ke hutan, berdonasi adopsi hutan, konsumsi hasil hutan bukan kayu, dan turut merayakan Hari Hutan Indonesia.

Gambo Muba yang Semakin Terkenal

Berkontribusi dalam pelestarian hutan dengan mengonsumsi hasil hutan bukan kayu tidak melulu soal bahan makanan yang berasal dari hutan saja. Banyak hasil hutan yang dihasilkan dan dapat kita gunakan salah satunya Gambo Muba. Ada yang tahu apa itu Gambo Muba?

Jujur baru di Online Gathering Eco Blogger Squad 2023 ini, aku mendengar mengenai Gambo Muba, salah satu kekayaan tekstil asli Indonesia. Gambo Muba merupakan kain khas yang dikerjakan dengan metode jumputan dan diwarnai dengan dicelup pewarna alami getah gambir yang awalnya dianggap limbah dan dibuang begitu saja. “Gambir merupakan sejenis tanaman perdu yang hidup tumpang sari di antara perkebunan karet,” Azizah Nurul Amanah.

Bersama dengan Selaras (Sentra Ekonomi Lestari Serasan Sekate), Azizah berhasil menciptakan wadah bagi orang muda di Kabupaten Musi Banyuasin untuk berperan aktif mewujudkan pembangunan lestari dengan menghasilkan produk lokal berbasis alam, seperti kain Gambo Muba ini. Untuk diketahui nama Muba sendiri diambil dari singkatan Musi Banyuasin. Berbeda dengan produk tekstil lainnya, pengerjaan Gambo Muba tidak menghasilkan limbah kimia, namun justru memanfaatkan limbah getah gambir.

“Setelah dipanen oleh petani, gambir dicacah dan direbus untuk menghasilkan cairan ekstraksi. Ekstrak gambir kemudian diendapkan untuk menghasilkan getah gambir yang biasanya digunakan masyarakat sebagai obat. Sedangkan sisa limbah gambir dari proses pengendapan inilah yang digunakan sebagai pewarna alami untuk membuat kain Gambo Muba,” tambah Azizah.

eco blogger squad
Berbagai jenis hasil dari kain Gambo Muba. (Foto: Dok. Selaras)

Pembuatan kain Gambo ini dilakukan dengan bergotong royong untuk menghasilkan motif yang menarik. Ikatan pada kain yang dijumput harus dipastikan kencang agar terbentuk motif yang diinginkan. Setelah itu kain direndam dalam pewarna alami gambir hingga satu bulan lamanya. Setelah direndam sampai warna yang diinginkan keluar, kain diangkat dan dijemur di tempat yang terhindar dari sinar matahari. Sesudah kering, ikatan jumputan dilepas dan kain gambo siap dikreasikan menjadi berbagai macam produk turunan seperti abaya, jaket bomber, bandana, masker, dompet, card holder, scarf, dan lain sebagainya.

Dalam kurun waktu yang relatif singkat, Gambo Muba telah berkebang pesat dan mendapat tempat tersendiri di hati pecinta kain khas Indonesia. Bukan hanya di sekitar masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin saja, tetapi sudah merambah tingkat nasional bahkan internasional.

Dari yang dipaparkan Tian dan Azizah lewat Hutan Itu Indonesia dan Selaras, kita belajar bagaimana dari satu komunitas yang peduli dengan keberlangsungan hutan Indonesia dapat menggerakan banyak orang untuk beraksi bersama-sama melestarikan hutan agar dapat memitigasi dampak negatif dari perubahan iklim. Itulah yang harus kita lakukan ini, bergerak bersama jangan tunggu nanti, seperti yang dikatakan Tian di akhir online gathering, “Ilmu dapat dipelajari, tapi aksi butuh segera!”

Author: Ninin Rahayu Sari

Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast

Leave a Reply