Hari Minggu kemarin seperti diingatkan kembali dengan percakapan saya dan salah seorang teman sebut saja A, saat kita berada di tengah-tengah Pantai Carita.
A: Habis nih kita semua kalau ada tsunami.
Saya: Tidak mungkin ada tsunami, inikan lokasinya di Selat Sunda tidak berhadapan langsung dengan samudra seperti pantai Selatan.
Dan sekarang 8 tahun berlalu, Allah seakan menampar mulut saya, dengan memperlihatkan bagaimana tsunami meluluhlantakan Pantai Carita dan sekitarnya. Astagfirullahaladzim. Saya hanya terpaku di depan televisi sepanjang hari menatap tak percaya berita yang tak berkesudahan menginformasikan perkembangan bencana, dan Mutiara Carita tempat kita menginap bersama saat itu pun turut menjadi lokasi yang paling parah terkena musibah. Kalau saja Allah menampar saya saat itu mungkin tidak akan ada NininMenulis saat ini. Sebenarnya ada cerita apa saat 8 tahun lalu?
Sudah tradisi di tempat kerja saya saat itu untuk melakukan outing sekadar jalan-jalan, menginap, dan makan bersama. Saat itu 2010, kami baru saja membuat majalah baru dan tentu saja jumlah tim yang tergabung pun semakin banyak dan besar. Di masa itu pun rasanya mudah saja mendapatkan tempat outing gratis seperti di Mutiara Carita ini. Kami mendapat 10 cottage besar yang masing-masing memiliki fasilitas, ruang tamu, ruang makan, dapur, dan dua kamar tidur yang berukuran besar. Padahal sih buat kita yang terbiasa ‘umpel-umpelan’, 3-4 cottage saja cukup. Saat itu fasilitas yang kita dapat sangat mewah dari Mutiara Carita, kita dapat barbecue saat malam dan menikmati semua fasilitas resort.
Kebanyakan dari kita memang dapat dikatakan ‘kutu air’, tidak bisa melihat air langsung nyebur. Begitu pun saat setibanya kita di Mutiara Carita saat itu, awalnya masih aktivitas malu-malu seperti main ayunan, jalan-jalan, cipak-cipuk air dengan kaki, dan lain sebagainya. Lanjut ke siang menuju sore, mulailah kita semua ‘nyemplung’ dari di pantai hingga laut. Beberapa aktivitas air seperti banana boat hingga snorkeling kita lakukan semua, kita pun saling berfoto saat di tengah laut dengan latar belakang gunung anak Krakatau. Apakah tsunami terpikir oleh kita saat itu? Mungkin terpikir, sebab saat air laut mulai tinggi kita pun kembali ke darat.
Saat malam menjelang setelah barbecue dan makan malam, kita melakukan diskusi kecil tentang pekerjaan di salah satu cottage. Karena lokasinya di pantai akibatnya ada yang ngantuk dan ada yang masuk angin hahaha….. Oiya saat itu di Mutiara Carita juga menjadi tempat berkesan untuk Pipit yang masih menjadi karyawan baru kala itu. Bertepatan dengan ulang tahunnya, dia habis dikerjain ala drama-drama Korea gitu hihihi….Tapi endingnya sebuah kue ulang tahun khusus untuk Pipit kok hehehe….
Itu sekilas cerita kita di Mutiara Carita. Ada tawa, bahagia, sedih (Pipit doang sih karena di kerjain), kesal (karena tiba-tiba ada sesi diskusi kerjaan), dan berbagai macam perasaan hadir di sana. Kini Mutiara Carita tersapu tsunami, kita pun tak lagi bersama, namun kenangan dan semua cerita yang kita ukir di Mutiara Carita akan tetap ada.
Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast
View all posts by Ninin Rahayu Sari
2 thoughts
Yang membuat suatu tempat menjadi bermakna karena ada ceritanya ya?
Yang membuat suatu tempat menjadi bermakna karena ada ceritanya ya?
Iyaa kak…. Dari suatu tempat kadang mengingatkan k suatu kejadian or percakapan tertentu….