(Sebuah Kisah dari Masa Lalu) Ketrampilan yang Dipelajari di Rumah Saat PSBB

ketrampilan yang dipelajari di rumah

NININMENULIS.COM – PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar benar-benar merubah kebiasaan setiap orang. Dari yang biasanya banyak beraktivitas di luar ruang menjadi di dalam rumah. Dari yang awalnya offline menjadi online. Dari yang ekstrovert ‘memaksakan diri’ menjadi introvert. Dari yang tidak pernah masak menjadi rajin masak makanan sehat. Dari yang tidak bisa menggunakan mesin jahit menjadi belajar menjahit. Ups itu sih aku di saat PSBB ini.

Ternyata banyak keahlian dan kebisaan yang sebelumnya tidak terjamah karena kesibukkan dan berkurangnya waktu, saat PSBB menjadi dapat dilakukan. Sesuai dengan tema Ketrampilan yang Dipelajari di Rumah Saat PSBB di hari ke-11 BPN 30 Days Ramadhan Blog Challenge, aku mau cerita tentang salah satu ketrampilan yang akhirnya aku coba lakukan di masa PSBB ini. Ketrampilan apa itu? Menjahit atau menggunakan mesin jahit tepatnya.

Pernahkah kamu punya bad memories tentang suatu barang? Kalau aku sih iyess, dan itu sebuah mesin jahit. Jadi ini sebuah kisah dari masa lalu, kejadian 4 tahun lalu tepatnya di 2016 (kok aku ingat? Ntar aku ceritain. Ikutin aja), jauh sebelum PSBB ada. Saat itu sama-sama di bulan Ramadhan, aku membelikan Mama sebuah mesin jahit. Sebelumnya Mama memiliki dua mesin jahit yang satu dengan sistem dipedal dan satu sudah menggunakan listrik. Mama juga yang sering menjahitkan baju untuk aku sejak kecil. Meskipun jahitannya tidak sebagus desainer tetapi jahitan baju buatan Mama lah yang paling pas di badan (secara tubuh aku berukuran lebih big dari anak umumnya).

Tahun 2016 menjadi tahun yang tidak mungkin aku lupa, karena di sinilah semua itu berawal. Setelah Bapak meninggal di hari ke-5 bulan puasa Ramadhan, aku melihat Mama sangat kesepian dan tidak seaktif biasanya. Karena kebetulan kedua mesin jahit Mama sudah rusak beberapa bulan sebelumnya, kira-kira seminggu kemudian aku membelikan Mama sebuah mesin jahit, dengan harapan kesibukkan akan membuatnya lupa akan kematian Bapak. Mama pun setuju dengan niat aku membelikannya sebuah mesin jahit.

Aku membeli sebuah mesin jahit via online karena saat itu aku masih berstatus karyawan dan kost di dekat kantor. Sebelum memutuskan membeli, aku konsultasi dengan beberapa orang tentang mesin jahit yang bagus itu bagaimana, dengan harapan mendapatkan barang terbaik setidaknya dapat membuat Mama terhibur walaupun itu sedikit. Tidak membutuhkan waktu lama hingga mesin jahit tersebut diantar. Dua hari kemudian, mesin jahit yang aku pesan pun datang ke rumah.

Saat itu di hari Senin sore ketika Mama menelfon aku di kantor dan mengabarkan mesin jahitnya sudah datang. Siapa sangka, siapa yang dapat menduga di hari Rabu subuh, Mama menelfon dan menyuruh aku pulang – sama hari, jam, dan kejadiannya saat Mama menelfon mengabarkan Bapak meninggal dunia. Sesampai di rumah dan sempat mendobrak pintu utama, ternyata saat itu Mama yang sedang di dalam rumah terkena serangan stroke. Ya, Mama terkena stroke di bulan puasa, seminggu sebelum lebaran Idul Fitri 2016 atau dua minggu setelah Bapak tiada.

Saat masuk ke dalam rumah, aku sempat melihat mesin jahit yang sudah dibuka dan masih terbungkus plastik di atas meja tamu dengan kardus besarnya yang tidak jauh dari sana. Mungkin di hari selasa, Mama sempat membuka dan ngecek isinya. Kejadian selanjutnya, Mama dirawat di rumah sakit dengan kondisi sisi tubuh sebelah kanan tidak dapat digerakkan, jangankan untuk menjahit aktivitas memasak yang biasa ia kerjakan pun tidak mungkin dilakukan lagi. Sedih? Jangan ditanya lagi bagaimana perasaan aku saat itu. Until now, i don’t believed that happen to me!

Kira-kira seminggu di rumah sakit, Mama diijinkan pulang dan menjalani pengobatan dari rumah. Sebelum Mama pulang, aku membereskan setiap ruangan di dalam rumah, termasuk membereskan mesin jahit baru yang tidak mungkin lagi mendapat sentuhan tangan Mama. Tanpa melihat wujudnya, aku kembali memasukkan mesin jahit yang masih terbungkus plastik ke dalam kotaknya. Dan menaruhnya jauh di gudang. Kenapa di gudang? Karena pemiliknya sudah tidak bisa menggunakannya lagi dan aku tidak mewarisi keahlian dan ketrampilan Mama dalam menjahit. Lalu untuk apa lagi gunanya mesin jahit baru itu?

Waktu berlalu, hingga saat pindah rumah, mesin jahit itu pun tetap dalam kotaknya. Berulang kali Mama berniat membukanya kembali, tetapi berulang kali juga aku melarangnya karena trauma kejadian sama terulang. Meskipun sekarang kondisi Mama sudah jauh lebih baik dan kembali dapat menggerakan tangan kanannya, ada perasaan getir jika melihat onggokan mesin jahit baru itu. Tetapi akhirnya hari itu pun tiba.

Hari di mana akhirnya aku mengalahkan ketakutan untuk membuka dan mengeluarkan (kembali) mesin jahit dari kotaknya. “Sekarang ini mesin jahit Ninin. Ninin nanti yang pakai, bukan Mama,” begitu kataku berulang kali. Mengapa aku memutuskan mengeluarkan mesin jahit itu? Karena aku mencari kesibukan apa lagi yang bisa aku lakukan di masa PSBB ini, dan aku tertarik melihat postingan teman-teman yang sibuk membuat masker, lalu ingin mencobanya. Mencoba ketrampillan baru yang tidak aku kuasai selama ini yakni menjahit.

Setelah empat tahun memiliki mesin jahit, di masa PSBB inilah aku baru melihat bagaimana rupa mesin jahit yang aku beli. Rasanya ada perih namun juga terharu, tetapi di sisi lain aku melihat Mama tersenyum lega melihat aku sudah mengeluarkan mesin jahit itu dari kotaknya. “Nah gitu dong,” kata Mama singkat. Dari mulai belajar pasang benang, aku pun mulai belajar mengoperasikan mesin jahit.

Hari ini memasuki hari ke-5 aku belajar ketrampilan baru, menjahit. Jadi jangan ditanya dulu hasilnya ya hahaha…sebagai newbie hasil jahitanku masih jauuuuhh sekali dari kata bagus apalagi sempurna. “nggak apa-apa, namanya juga belajar,” kata Mama kalau melihat aku menertawakan hasil jahitanku sendiri. Tapi aku tidak menyerah, masa PSBB ini akan aku jadikan waktu untuk mengasah ketrampilan menjahit. Siapa tahu saat PSBB dicabut, aku sudah mahir menjahit dan dapat membuat pakaian sendiri untuk aku kenakan dan pamerkan saat bertemu kamu nanti. Insya Allah, Amin ya robbal alamin.

Author: Ninin Rahayu Sari

Architecture Graduate | Content Creator | Former Journalist at Home Living Magazine & Tabloid Bintang Home | Google Local Guide | Yoga Enthusiast

Leave a Reply