Krisna Murti adalah seniman visual kelahiran Kupang, 1957. Ia belajar di FSRD ITB pada 1976-1981. Krisna Murti pernah bekerja sebagai dosen dan asisten Sadali di institusi tersebut pada tahun 1984-1987. Krisna Murti juga aktif mengikuti residensi di berbagai negara, antara lain Jepang, Singapura, Kuba, Rusia, Australia, Jerman, dan Belanda.
Tag: #seni
Bertemakan Main Getah/Rubberscape, proyek komisi ini akan mengubah Ruang Seni Anak menjadi sebuah lingkungan yang merangsang panca indera melalui bentuk, tekstur dan bunyi. Lingkungan ini akan meliputi pohon karet muda, sebuah bukit kecil yang dibentuk dari tanah yang didapatkan dari daerah setempat, juga bebunyian yang direkam dari ladang-ladang karet di Malaysia.
Yello Hotel Harmoni di bawah Tauzia Hotel Management bekerjasama dengan IFI (Institut Francais Indonesia) menyelenggarakan Off The Wall Jakarta atau pekan seni urban kontemporer Prancis-Indonesia. Kegiatan ini Mempertemukan 10 street artist dari kedua negara untuk berkolaborasi membuat karya yang nantinya akan menghiasi beberapa dinding bangunan di Jakarta, salah satunya Yello Hotel Harmoni. Dari sinilah karya-karya yang kerap hadir di ruang publik masuk ke area semi publiK seperti hotel. Terhitung 10 street artist asal Prancis dan Indonesia berkontribusi menghiasi dinding lobby di Yello Hotel Harmoni. Ke-10 seniman tersebut Colorz, Darbotz, Fenx, Farhan Siki, Kongo, Soni Irawan, Mist, Stereoflow, Tilt, dan Tutu.
Karya seni instalasi ini bernama Patung Menembus Batas yang terdiri dari empat pecahan tembok Berlin berukuran 3,6×1,2 meter berikut 14 patung baja yang diletakkan di atas hamparan pasir putih. Bila merunut perjalanannya, banyak cerita dan makna terkandung yang ingin disampaikan Teguh dalam karya instalasinya ini.
Jason Lim merupakan seniman serba bisa, karyanya meliputi foto, video, instalasi, seni keramik, dan seni performance. Karyanya diperlihatkan dengan bentuk-bentuk pengulangan seperti meniru perkembangan alam. Khususnya untuk karya keramiknya, Jason Lim seringkali hasil dari performancenya yang merupakan interaksi tubuhnya dengan material yang digunakan dan selalu menganndung banyak makna di dalamnya.
Salah satu seniman kontemporer yang wajib ditengok karyanya yakni I Nyoman Masriadi. Seniman kelahiran Gianyar Bali yang tinggal di Yogyakarta ini digadang-gadang menjadi pelukis yang karyanya paling mahal setelah Raden Saleh, Affandi, Basuki Abdullah, dan Hendra Gunawan. “Karya-karya Masriadi dapat terjual hingga satu juta dollar Amerika atau setara dengan 13 miliar rupiah di balai lelang Sotheby Hongkong,” ujar Nina Hidayat, Communication Officer Museum Macan. Di Museum Macan sendiri pernah memamerkan tiga karya lukis kontemporer Masriadi, yakni Run Until You Burn, Juling (Cross Eyed), dan Bantal Guling di atas Sofa. Tema satir dan penuh kritik masih menjadi benang merah dari lukisannya.
Sukses dengan pameran terdahulunya Seni Berubah, Dunia Berubah dan Yayoi Kusama: Life is The Heart of Rainbow, mulai 17 November 2018 hingga 10 Maret 2018, Museum Macan akan menampilkan tiga seniman ternama Asia, Arahmaiani ( Indonesia), Lee Mingwei (Taiwan/Amerika), dan On Kawara (Jepang, 1932-2014). Rencananya pameran ini akan dibuka pada November 2018 bertepatan dengan ulang tahun Museum Macan yang pertama.
Pertemuan saya dengan Sinta Tantra pada suatu pameran lukisan di WTC 2 Jakarta Selatan. Karyanya sangat unik dan bagi saya yang awam sulit untuk menterjemahkannya. Komposisi warna dan bentuk yang ditampilkan Sinta lah yang membuat lukisannya digemari. Dalam satu lukisannya, Sinta tanpa segan-segan menggabungkan beberapa bentuk dasar seperti pola garis, bidang dan lingkaran.
Setelah mengenal mengapa tillandsia sangat digemari. Berikut beberapa slideshow yang menampilkan beberapa kreasi kreatif dari tillandsia. Adalah Andie, ladscaper dari X-Otic Garden yang menjadikan tillandsia bukan hanya sebagai jenis tanaman saja, tapi juga memiliki nilai seni dan dekorasi yang tinggi. Andie menyebutnya sebagai tillandsia decoration. Karena tillandsia ini didesain menjadi pajangan indoor yang unik dan menarik.
Ini kesekian kalinya saya mengunjungi Museum Macan sejak pertama kali dibuka. Kunjungan kali ini sangat istimewa karena saya datang bersama keluarga – setidaknya begitu Museum Macan mengundang saya melalui emailnya. Undangan ini bentuk apresiasi Museum Macan kepada para jurnalis yang telah menyiarkan Pameran Yayoi Kusama sejak pertama kali digelar. Pameran Yayoi Kusama ini menampilkan karya-karya yang dikerjakan Yayoi dalam jangka waktu 70 tahun. Dan Museum Macan menjadi lokasi ketiga dan terakhir dari pameran internasional sebelumnya yang pernah digelar di National Gallery Singapore dan Queensland Art Gallery, Australia.